Kiranya bagi sebagian orang konklaf alias pemilihan Paus itu macam menunggu datangnya kereta malam tak berjendela yang setelah melaju tidak tahu kapan akan berhenti atau mau langsir dimana. Sekali "Habemus Papam" dikumandangkan orang-orang ini lantas sibuk menganalisa, hendak kemana kereta akan melaju, apakah lewat jalur selatan atau utara? lewat lembah atau bukit?
Maklumlah lokomotif kepausan ini menarik gerbong yang dimuati 1.2 miliar umat dengan segenap permasalahannya. Roma locuta, causa finita. Roma bicara habis perkara. Paus dalam kapasitas ex cathedranya tidak mungkin salah (infalibel). Apakah Paus baru akan mengambil keputusan atas polemik dan kontraversi macam pernikahan sesama jenis, kontrasepsi dan hal pelecehan seksual? Atau Ia ,alih-alih, menjaga benteng idealis konservatif ?
Maka sebagian orang sibuk mereka-reka dan menebak-terka - dari warna sepatu, pilihan desain cincin kepausan dan salib, pilihan nama. Digali juga foto-foto lama, girl-friend masa kecil, kebiasaan naik kendaraan umum, menjinjing tas nya sendiri, membayar kamar hotelnya sendiri, dsb. The future is not ours to see, tetapi orang tokh tak sabar mencari isyarat - hendak kemana lokomotif ini hendak melaju?
Siapa menarik kereta bermuatan 1.2 miliar umat manusia tentu tidak bisa gegabah, grusa-grusu, sekadar mau beda apalagi ikut-ikutan mode. Apalagi ini soal hidup sesudah kehidupan ini. Soal keselamatan. Soal Surga dan Neraka. Lagipula ia mendapat mandat dari Sang Penyelamat sendiri. Tentu tidak main-main. Maka tidak heran kalau ada kesan lamban. Konsili Ekumenis terakhir kali digelar hampir 50 tahun yang lalu (dan yang sebelumnya hampir 100 tahun sebelumnya). Kalau dibandingkan produk teknologi- dalam 50 tahun komputer sudah diringkas dari mainframe sebesar kamar kontrakan menjadi setipis buku tulis.
Disisi lain yang disebut sebagai karya Roh Kudus memang tidak terduga-duga. Waktu alm. Angelo Giuseppe Roncalli terpilih sebagai Yohanes ke-23 (1881-1963) diusianya yang ke 77 (persis seusia Paus Fransiskus yang incumbent) banyak orang memandang bahwa jabatannya sekadar untuk menghangatkan kursi bagi Giovanni Battista Enrico Antonio Maria Montini (alias Paulus VI) belaka. Namun siapa nyana Yohanes ke-23 ini mencetuskan untuk membuka jendela gereja dan membersih atap bumbungan lewat Konsili Vatikan ke2. Aggiornamento (bringing up to date)! katanya
Namun akhirnya mayoritas 1.2 miliar umat boleh merayakan hari-hari triduum dengan khusuk. Habemus Papam. Business as usual bukan? Mungkin tidak. Kiranya kita tidak boleh lalai untuk tetap menjaga semangat Yohanes ke-23 nun setengah abad yang lalu. Gereja itu bagai bahtera yang mengarungi zaman. Hidupnya penuh tantangan, penuh perjuangan. Zaman yang menantang kita setiap kali menjadi tetap baru namun sekaligus setia pada arah yang sudah dua ribu tahun jadi pedoman
Habemus Papam !
Tuesday, March 26, 2013
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment