Diedaran gereja hari ini disebutkan bagaimana gereja membutuhkan Imam. Disisi dalam edaran tersebut dibahas soal krisis panggilan. Menurut penulis mungkin yang lebih tepat adalah krisis jawaban. Mungkin ini soal pemilihan kata saja - krisis panggilan mengandaikan tidak banyak pria menjadi pastor (baca: menjawab panggilan), krisis jawaban mengandaikan tidak banyak pria yang menjadi pastor (baca: menjawab panggilan). Sama saja bukan ? :)
Ditengah narasi penulis melembut nada dengan menulis bahwa panggilan tidak cuma soal menjadi pastor saja. Menikah pun adalah panggilan. Entah kenapa ia kedengaran kurang tulus bagi saya - pasalnya minggu panggilan berbareng dengan perayaan Yesus gembala. Pastor sering disebut gembala. Maka minggu ke-4 paska terasa identik dengan soal menjadi pastor (dan persis itu yang disebut dihalaman depan edaran hari ini: gereja membutuhkan imam).
Perihal krisis panggilan/jawaban penulis berkata bahwa anak muda (laki2) sekarang ini cenderung sibuk dengan urusannya sendiri-2, sehingga tidak mendengar/tidak menjawab panggilan itu. Dalam doa yang saya copas dibawah ini soalnya adalah orang tua yang kurang mendorong
Biarlah setiap orang tua merelakan anak-anaknya
menanggapi panggilan-Mu untuk turut bekerja di ladang-Mu.
Dari sisi sini kedua argumen luput bertanya soal paradigma dasar ini : apakah sungguh bahwa yang diperlukan gereja adalah imam? Apakah gereja akan runtuh jika tidak ada lagi laki-laki mau hidup selibat dan menjadi imam ? Apakah ada bukti sejarah bahwa gereja pupus karena kehabisan imam?
Jika Iblis memang ada (dan ia berniat menghancurkan gereja) masakan ia luputkan strategi ini? Too obvious isn't it?
Bagaimana kalau ditawarkan paradigma baru? bahwa gereja katolik adalah kumpulan umat yang duduk sejajar, berdiri sama tinggi dan duduk sama rendah dihadapan Yesus? Tidak ada yang lebih tinggi, tidak ada yang menjadi kepala. Tidak ada gembala tidak ada domba (after all pastor apakah seorang gembala? bukankah Yesus satu-satunya gembala?).
Jika demikian maka fokusnya adalah pemberdayaan umat menuju gereja egalitarian. Tidak ada yang lebih penting entah ia adalah kaki atau kepala. Ingatlah Santo Paulus yang mengatakan bahwa ada banyak karuania tetapi satu tubuh, dan tidak ada yang lebih penting dari yang lain.
Dalam gereja macam ini yang ditekankan adalah penyaluran bakat dan kesetaraan peran. Memang tidak semua bisa pandai dalam banyak hal - tetapi yang tahu tentang kitab suci lebih-lebih dipanggil untuk membagikan dan yang tidak tahu tidak boleh duduk manis pasif dan ikut-ikutan belaka. Tidak ada free-rider dalam gereja macam ini
Gereja macam ini adalah kumpulan orang-2 dewasa yang sadar bahwa kita masing2 sungguh diutus (bukan cuma sembunyi dipunggung pastor). Diutus menjadi garam diladang kita masing-masing. Oleh sebab itu adalah menjadi kawajiban masing dari kita untuk meng-upgrade diri supaya kita siap sedia menjadi teman seperjalanan Yesus.
Gereja bukan baby sitter kata Paus Fransiskus. Bukan gereja nina bobo. Dimana kita boleh pasif dan merajuk serta berkeluh - aduh kita ini kekurangan laki-laki yang mau jadi pastor.
Tidak ada krisis panggilan atau jawaban. Cuma krisis paradigma biri-biri yang kekanak-kanakan.
Saya masih ingat guyonan Romo H terhadap sepupu saya yang memutuskan tidak jadi Romo, Romo H mengatakan bahwa sepupu saya telah menemukan jalan yang benar :) Mengapa seorang Romo mengatakan tersebut? bagi yang tidak kritis akan melihat Romo tersebut ngawur, gila, memtuskan batal jadi Romo kok dianggap menemukan jalan yang benar. Disini, kalau kita mengandaikan bahwa semua orang memiliki panggilan masing masing, maka menemukan penggilan hidup, apapun bentuknya, dan setia menjalankannya adalah sebuah keputusan iman.
ReplyDeleteAmin. Paradigma bahwa romo adalah satu kelas diatas awam sepertinya masih marak ditubuh gereja.
ReplyDelete