Sesungguhnya klise filem-filem romantis berbunyi sederhana : Love is blind. Dan kita diajak untuk berhayal bagaimana pangeran ng-ganteng berkelana kepojok-pojok yang jauh untuk menemukan diajeng yang luar biasa cantik [dimata sang pangeran]. Waktu disandingkan orang serta-merta bertanya: lho kok mau ya si pangeran ng-ganteng dengan si-itu yang kok-cuma-kaya-gitu-ya?
Aha ! Love is blind, cinta itu buta !
Benarkah cinta itu buta ? Konon masing-masing dari kita dibawah sadar membawa daftar belanja - semacam senarai definisi pria atau wanita idaman. Lantas mana kala kita jatuh-cinta, yang terjadi kiranya adalah kita temukan - pria atau wanita yang memenuhi kriteria yang tercantum pada daftar belanja kita itu.
Aha ! Love is blind, cinta itu buta !
Benarkah cinta itu buta ? Konon masing-masing dari kita dibawah sadar membawa daftar belanja - semacam senarai definisi pria atau wanita idaman. Lantas mana kala kita jatuh-cinta, yang terjadi kiranya adalah kita temukan - pria atau wanita yang memenuhi kriteria yang tercantum pada daftar belanja kita itu.
Yang jadi soal -dari sisi sini- kiranya adalah bahwa daftar belanja itu sebagian-kalau tidak semua- ada dibawah sadar [maka itu: Cinta itu buta]. Orang kerap tidak dapat menyebutkan dengan gamblang mengapa ia jatuh cinta pada si X dan bukan si Y. Atau lebih sering mungkin yang muncul adalah pertanyaan dari penonton: apa sih yang menarik dari si X ? kan si Y lebih cantik/ng-ganteng lagi ? Aha! tapi penonton kan tidak tahu apa isi daftar belanja kita ?
Hal bawah sadar ini menjadi mana kala terjadi konflik. Orang lantas bertanya keras mengapa ia jatuh cinta pada si X ini ? Mengapa memilih dia yang ternyata 'tidak seindah bungkus'nya. Memang report menembus bungkus saat kiat dimabuk cinta. By definition "mabuk cinta" membuat orang tidak berminat untuk melihat lebih dalam, dari jauh, apalagi sisi-sisi lain.
Dari sisi sini mengadakan "Kursus persiapan jatuh cinta" adalah positif. Anggap saja ini kursus persiapan menghadapi kejadian genting. Saat kejadian itu terjadi kita akan lebih siap dan bisa lolos dari keadaan genting itu dengan selamat. Tetapi sayang yang ada justru filem-filem yang mengisahkan betapa asyiknya jatuh cinta itu. Kurang edukatif dari sisi sini.
Hal lain yang bisa dibuat adalah berusaha memahami daftar belanja kita itu. Mengapa item ini dicantumka dan item itu tidak. Tengoklah kembali pengalaman kita waktu kecil, figur ayah dan figur ibu, luka-luka bathin dan sebagainya. Sedikitnya perjalanan bathin macam ini dapat menguak lebih banyak sisi-sisi lain kita yang tidak sempat kita sadari. Mudah-mudahan ini menjadi peneguhan sehingga mana kala muncul pertanyaan: mengapa pula kita pilih si X ini, kita sudah tahu jawabnya
love is blue
ReplyDeletekabogoh hilap ulah ngablu!