Ingat saya Yesus pernah berkata bahwa jika engkau masih belum memaafkan saudaramu – tinggalkan persembahan mu dan berdamailah dulu dengannya – baru meneruskan ibadahmu. Kira saya ini adalah sebuah peringatan bahwa yang didalam adalah lebih utama dari yang diluar. Dari sisi sini saya selalu heran kalau orang sibuk dengan yang namanya penyembahan, worship seminar atau yang sejenis.
Sudah tentu masing-masing orang dipersilakan bersibuk dengan minat masing-masing (well minat saya adalah “menjadi heran”) tetapi izinkan saya untuk bertanya disini :apakah sebenarnya yang terjadi dalam sebuah ritual penyembahan?
Jika ditabrakan dengan omongan Yesus diatas maka kesibukan seputar ritus penyembahan menjadi pucat. Apa perlunya berlatih menyanyi, main band, menari jika kita masing-masing belum penuh damai ? Jika kita belum diubahkan (“berdamai”) maka ritus kita tinggal menjadi klise – yang kosong dan jauh. Kita mungkin saja berhasil menampilkan “pertunjukan yang dahsyat, yang riuh rendah dan penuh lampu. Tapi terus apa ? Apa bedanya dengan pertunjukan musik rock ? Yang membedakan mungkin cuma isi lirik, pakaian dan potongan rambut. Deep down inside ? I doubt it.
Boleh ditanya: jika memang demikian kapan kah kita akan menyembahNya ? Kita kan manusia – mana mungkin menjadi sempurna. Kalau disuruh sempurna dulu (“berdamai”) baru boleh menyembah ya bisa-bisa kita tidak pernah menyembah dong.
Tetapi tidakkah persembahan kita menjadi artificial jika hanya merupakan pertunjukan karnaval ? Siapa yang hendak kita pameri?
No comments:
Post a Comment