Menurut web ini Liverpool FC yang beralamat Inggris adalah lebih Spanyol dari Real Madrid yang konon asli Spanyol. (Ada lima pemain Spanyol di Liverpool versus tiga di Madrid) Dunia memang aneh. Sehingga waktu Real kalah telak dari Liverpool konon dilapangan ada satu fan Madrid yang paling bersuka-cita: Rafael Benitez sang manager Liverpool ! Benitez pernah bekerja dan bermain untuk Real Madrid. Dia dulu adalah seorang Madridista.
Nasionalitas adalah sesuatu yang ganjil. Apakah Benitez terhitung sebagai pecundang Nasional karena mengalahkan tim Spanyol -yang adalah tanah kelahirannya ? Atau justru pahlawan yang mengharumkan nama bangsa ?
Mia Audina, pemain badminton itu, lahir di Jakarta - membawa nama Indonesia ke pentas bulutangkis dunia, dan belakangan menugusung nama Belanda, yang dimasa lalu berperang dengan Indonesia (dulu disebut Hindia Belanda). Dia jelas profesional. Apakah ia patriotik ? Silakan saja didebat lebih lanjut. Tetapi sekali lagi nasionalitas adalah sesuatu yang ganjil.
Sehingga kita pernah dengar anekdot demikian : sebelum di hukum mati sekelompok tawanan perang diberi kesempatan untuk memandang negaranya. Dan mereka berdiri berjajar diperbatasan sembari menangis tersedu-sedan. Oh negaraku, oh tanah airku. Belum sempat habis air mata, ada pengumuman dari sipir - bahwa mereka berhenti terlalu cepat 10 km dari perbatasan. Alhasil yang mereka barusan tangisi adalah tanah air musuh mereka. Tentu saja ini cuma guyonan belaka.
Nasionalisme adalah konsep dan konvensi. Namun ada banyak orang bersedia berkelahi karena konsep. Kita tidak bertanya - kita disuruh berbaris dan maju. Right or wrong my country kata orang. Begitukah ? Bukankah wrong akan tetap wrong - entah in my country atau your country ? Entahlah persisnya - silakan saja didiebat dipinggir lain.
Kita kembali Benitez. Benitez jelas seorang profesional. Tugasnya membawa kepentingan klub dimana ia bekerja. Sama persis dengan manager team lawan. Siapapun dan dimanapun ia lahir. Menjadi profesional berarti menjalankan panggilan tugas dengan tunduk pada norma dan etika profesi. Tidak heran kalau ada kelompok dokter yang mendaku - bahwa mereka tidak dibatasi batas wilayah - medecins sans frontieres. Orang sakit perlu ditolong bukan karena dia satu bangsa atau bagaimana, ia ditolong karena ia sesama manusia. Menjadi profesional -akhirnya- adalah menjadi sungguh manusia. Lepas dari kepentingan sepihak, yang tidak heran kalau ujung-ujungnya adalah onggokan materi, uang atau kekuasaan.
Nasionalitas adalah sesuatu yang ganjil. Apakah Benitez terhitung sebagai pecundang Nasional karena mengalahkan tim Spanyol -yang adalah tanah kelahirannya ? Atau justru pahlawan yang mengharumkan nama bangsa ?
Mia Audina, pemain badminton itu, lahir di Jakarta - membawa nama Indonesia ke pentas bulutangkis dunia, dan belakangan menugusung nama Belanda, yang dimasa lalu berperang dengan Indonesia (dulu disebut Hindia Belanda). Dia jelas profesional. Apakah ia patriotik ? Silakan saja didebat lebih lanjut. Tetapi sekali lagi nasionalitas adalah sesuatu yang ganjil.
Sehingga kita pernah dengar anekdot demikian : sebelum di hukum mati sekelompok tawanan perang diberi kesempatan untuk memandang negaranya. Dan mereka berdiri berjajar diperbatasan sembari menangis tersedu-sedan. Oh negaraku, oh tanah airku. Belum sempat habis air mata, ada pengumuman dari sipir - bahwa mereka berhenti terlalu cepat 10 km dari perbatasan. Alhasil yang mereka barusan tangisi adalah tanah air musuh mereka. Tentu saja ini cuma guyonan belaka.
Nasionalisme adalah konsep dan konvensi. Namun ada banyak orang bersedia berkelahi karena konsep. Kita tidak bertanya - kita disuruh berbaris dan maju. Right or wrong my country kata orang. Begitukah ? Bukankah wrong akan tetap wrong - entah in my country atau your country ? Entahlah persisnya - silakan saja didiebat dipinggir lain.
Kita kembali Benitez. Benitez jelas seorang profesional. Tugasnya membawa kepentingan klub dimana ia bekerja. Sama persis dengan manager team lawan. Siapapun dan dimanapun ia lahir. Menjadi profesional berarti menjalankan panggilan tugas dengan tunduk pada norma dan etika profesi. Tidak heran kalau ada kelompok dokter yang mendaku - bahwa mereka tidak dibatasi batas wilayah - medecins sans frontieres. Orang sakit perlu ditolong bukan karena dia satu bangsa atau bagaimana, ia ditolong karena ia sesama manusia. Menjadi profesional -akhirnya- adalah menjadi sungguh manusia. Lepas dari kepentingan sepihak, yang tidak heran kalau ujung-ujungnya adalah onggokan materi, uang atau kekuasaan.
No comments:
Post a Comment