Kita yang ditimur mungkin sudah duluan arif manakala berkata bahwa hidup itu seperti roda. Ada saat naik dan saat turun. Tidak mungkin berada diatas terus kecuali dunia berhenti berputar. Yang dibarat sana mungkin kurang sabar melihat segenap kejelekan dan kejahatan didunia ini. Terlebih-lebih karena pandangan bahwa Allah itu mestinya baik, dan mestinya baik menurut pandangan manusia. Ditimur orang percaya hidup bukan linear, ada reinkarnasi dan bahwa ada Brahma tetapi juga ada Siva. Ada saat untuk membangun dan juga masa untuk membongkar.
Bait terakhir tadi kita juga sebenarnya bisa baca dari salah satu buku perjanjian lama. Tepatnya buku Pengkotbah. Sang pengkotbah berkata bahwa segala sesuatu adalah kesia-siaan belaka. Mungkin ini cara lain untuk mengatakan - bahwa jangan terlalu tergesa-gesa menilai jelek atau bagus, karena dibalik yang bagus atau yang jelek tokh alhasil semuanya maya belaka, sia-sia, nisbi dan temporal.
Tidak usah bertanya-tanya mengapa - jalani saja hidupmu. Dan terlebih-lebih karena cuma ini hidupmu (tidak ada hidup lain, hidup sesudah kematian is a whole different ball game anyway) maka make the most out of it. Cherish the moment. Kata pengkotbah itu lagi - segala sesuatu ada waktunya - ada saat tertawa ada saat menangis - meski akhirnya tokh semuanya sia-sia - tetapi engkau tidak bisa hanya mengambil salah satu.
No comments:
Post a Comment