Bangsa ini mengidentikkan moral dengan perihal syahwat. Konon Playboy edisi Indonesia hendak ditentang mati-matian oleh seorang Menteri, pasalnya kuwatir Playboy bakal merusak ahlak moral kaum muda. Apa lantas diasumsikan bahwa seorang muda yang melihat Playboy (well Playboy mula-2 untuk dilihat, baru kemudian dibaca) akan rusak moralnya dan membuat dia menjadi pembabat liar hutan Kalimantan sambil mengawetkan tahu dengan formalin dan me-mark-up proyek hasil membobol bank. Astaga lompata logika yang sungguh akrobatik.
Jika Playboy memang mujarab untuk segenap evil ini maka kita menjadi heran bahwa pria yang menikah (hence melihat kurang lebih apa yang disajikan playboy) tidak lantas dikatakan rusak ahlaknya.
Pertanyaan lain adalah : kiranya 50% dari populasi (=wanita) kurang berminat pada sajian Payboy ini – lagipula 200 juta bangsa ini tidak semua punya akses pada printed Playboy. Lagipula Playboy bukan lagi barang unik di tanah air – boleh sekali2 lewat agen koran anda dan akan anda temukan ½ lusin terbitan seronok lain.
Bangsa ini tidak tahu soal moral tapi sok moralis. Sedemikian sehingga ATM kondom hendak ditolak. Kondom yang dijual bebas diapotik, toko obat, warung dsb, menjadi hal yang laknat saat dijajakan dalam anjung tunai mandiri. Logika macam mana ini? Atau karena ini dianggap mendukung seks bebas, seks ekonomis, dsb. Tapi hal mesum tidak lantas lenyap dengan menolak ATM kondom. Atau perlukah membeli kondom dengan seurat pengantar dari tokoh2 agama yang moralis ?
Soal seks selalu rumit karena dibuat rumit. After all ini sarana yang Tuhan berikan demi penciptaan. Hence biologik. Lantas sudah pada tempatnya –sebagai manusia yang hermeunetis- untuk memberi makna pada aktifitas badaniah. Hence soal cinta, dsb dilengkapkan pada konteks olah tubuh ini. Cukup kiranya sampai disana. Soal moral, neraka dsb tidak kurang dari pembodohan belaka. Macam semua orang dianggap sebagai anak akil balik yang belum paham betul onderdil tubuhnya, sementara hormon2 sudah bekerja.
Tapi dua ribu tahun lalu Santu Paulus dalam 1 Co: 9 menulis “Tetapi kalau mereka tidak dapat menguasai diri, baiklah mereka kawin. Sebab lebih baik kawin dari pada hangus karena hawa nafsu”. Hawa nafsu jadi alasan untuk kawin, dari pada hangus (NB: 1 Co 1: Adalah baik bagi laki-laki, kalau ia tidak kawin – seks dipandang kurang sebagai sesuatu yang jelek)
Mungkin soal syahwat memang bukan soal mudah, sebab darah berhenti mengalir keotak saat syahwat angkat bicara. Apa boleh buat sehingga kiranya jalan efektif dalam rangka dalmas (pengendalian massa) adalah hantu yang bernama “moral”
Sehingga ATM kondom yang menjual juga Playboy jelas-jelas akan dikutuk neraka jahanam ! karena lebih mudah mengutuk daripada mendidik.
Jika Playboy memang mujarab untuk segenap evil ini maka kita menjadi heran bahwa pria yang menikah (hence melihat kurang lebih apa yang disajikan playboy) tidak lantas dikatakan rusak ahlaknya.
Pertanyaan lain adalah : kiranya 50% dari populasi (=wanita) kurang berminat pada sajian Payboy ini – lagipula 200 juta bangsa ini tidak semua punya akses pada printed Playboy. Lagipula Playboy bukan lagi barang unik di tanah air – boleh sekali2 lewat agen koran anda dan akan anda temukan ½ lusin terbitan seronok lain.
Bangsa ini tidak tahu soal moral tapi sok moralis. Sedemikian sehingga ATM kondom hendak ditolak. Kondom yang dijual bebas diapotik, toko obat, warung dsb, menjadi hal yang laknat saat dijajakan dalam anjung tunai mandiri. Logika macam mana ini? Atau karena ini dianggap mendukung seks bebas, seks ekonomis, dsb. Tapi hal mesum tidak lantas lenyap dengan menolak ATM kondom. Atau perlukah membeli kondom dengan seurat pengantar dari tokoh2 agama yang moralis ?
Soal seks selalu rumit karena dibuat rumit. After all ini sarana yang Tuhan berikan demi penciptaan. Hence biologik. Lantas sudah pada tempatnya –sebagai manusia yang hermeunetis- untuk memberi makna pada aktifitas badaniah. Hence soal cinta, dsb dilengkapkan pada konteks olah tubuh ini. Cukup kiranya sampai disana. Soal moral, neraka dsb tidak kurang dari pembodohan belaka. Macam semua orang dianggap sebagai anak akil balik yang belum paham betul onderdil tubuhnya, sementara hormon2 sudah bekerja.
Tapi dua ribu tahun lalu Santu Paulus dalam 1 Co: 9 menulis “Tetapi kalau mereka tidak dapat menguasai diri, baiklah mereka kawin. Sebab lebih baik kawin dari pada hangus karena hawa nafsu”. Hawa nafsu jadi alasan untuk kawin, dari pada hangus (NB: 1 Co 1: Adalah baik bagi laki-laki, kalau ia tidak kawin – seks dipandang kurang sebagai sesuatu yang jelek)
Mungkin soal syahwat memang bukan soal mudah, sebab darah berhenti mengalir keotak saat syahwat angkat bicara. Apa boleh buat sehingga kiranya jalan efektif dalam rangka dalmas (pengendalian massa) adalah hantu yang bernama “moral”
Sehingga ATM kondom yang menjual juga Playboy jelas-jelas akan dikutuk neraka jahanam ! karena lebih mudah mengutuk daripada mendidik.
No comments:
Post a Comment