Friday, June 26, 2009

Wacko Jacko Sio-sio

Pagi ini aku dengar Jacko tutup usia. Konon 2 bulan kurang dari genap usia 51 tahun. Di CNN kudengar komentar yang bagus tetang kariernya. Jacko ini nampak dewasa sekali manakala ia meraih sukses luar biasa lewat album Thrilernya, tetapi belakangan ia nampak makin tua makin kekanak-kanakan (apalagi setelah operasi plastik yang over-dosis itu).
Rupa-rupanya puncak itu cuma satu kali. Setelah lewat orang harus berpisah dan dengan rela melangkah kedepan. Come-back adalah pengecualian.
Lihat saja-sebagai misal- karier anggota the Beatles. Setelah Beatles pecah -secara individual- mereka tidak sampai bisa meraih kesuksesan masa lalu mereka bersama. Aquinas tidak selesai menulis bagian ke-3 dari Summa-nya. Kukira Einstein pun meninggal tanpa lengkap merampungkan teori yang ia mulai. Manusia mungkin macam bunga dipadang yang hari ini mekar esok layu dan lusa mati. C'est la vie. Dan dengan rada sinis pengkhotbah menulis: "kemudaan dan hidup adalah sia-sia" (Pkh 11:10)
Mungkin Pengkotbah memang sinis (coba saja hitung kata-kata "sia-sia" dalam kitabnya). Tetapi kurasa ia mau mengajarkan bahwa hidup adalah seni menggenggam sementara dan melepaskan jika waktunya telah tiba. Semua adalah kesementaraan belaka. Masa muda harus dilepaskan, masa tua harus dijelang dan diterima. Kesuksesan dan puncak boleh dinikmati, tetapi tidak bisa digenggam erat seolah itu bisa jadi milik kita yang abadi.
Hidup adalah aliran dan sia-sia jika kita mau berhenti disatu titik. Perhentian dialami saat badan membusuk. Dan hendak berhenti ditengah jalan adalah tindakan pembusukan yang futile dan self-destructive.

reunion

Setelah 24 tahun aku bertemu kembali dengan wajah dan cerita masa SMA - well dengan update disana-sini, tetapi wajah-wajah masih wajah lama. Cuma sudah tentu dengan jejak waktu disana-sini. Kerut-2 dimata, rambut memutih atau menipis. Pendeknya - 24 tahun tidak bisa dibohongi begitu saja.
Tentang teman-2 wanita aku dengar komentar teman-2 laki sbb: mereka berupaya untuk tetap nampak muda. Tetapi sudah tentu waktu bukan hal yang bisa disembunyikan dibalik karpet. Dengan mudah kita temukan guratan masa, coretan tahun-tahun yang silam. Teman-2 wanita kami sudah tentu bertambah usia seperti kami semua.
Sedangkan tentan teman laki-2ku aku mendengar progress mereka sukses dibidang masing-masing. Ada yang jadi CEO, jadi juragan ini dan itu, punya perusahaan sendiri, dsb. Bahkan ada pula yang mengaku punya isteri ke-2.
Aku jadi ingat audio book yang baru aku tamatkan "Why Do Beautiful People Have More Daughters?" Menurut buku ini "We have one goal in life: reproduction. It’s all about sex". Dalam kaitan dengan reuni ku baru-baru ini aku memahami bagaimana laki-laki dan perempuan mensiasati hidup mereka.
Masa puncak perempuan adalah masa mudanya - puncak kesuburan, masa produktif. Secara naluriah perempuan -konon- tidak suka jika ia nampak tua (padahal memang sudah tua) - karena (meminjam thesis buku yang disebut diatas) perempuan yang tua jelas tidak kompetitif lagi. Syukur jika ia telah berhasil membina rumah tangga dan punya keturunan. Jika tidak maka ia adalah kegagalan dari segi reproduksi. Gen-gennya tidak akan diteruskan kemasa depan - dan ia akan punah.
Masa puncak laki-laki justru bukan diusia muda, manakala ia baru mulai meniti jenjang kariernya. Laki-laki justru menjadi matang diusia -katakanlah- 40-an. Pada umumnya diusia ini mereka telah mencapai minimal tengah tangga jenjang karier dan laki-laki (yang selalu relatif potent dalam hal reproduksi) justru makin menarik sebagai potential partner diusia-usia ini.
Dari sisi sini dapat dipahami bahwa reuni SMA bisa jadi arena menyambung kembali cerita lama. Katakan si Dewi yang dulu bunga kelas bertemu kembali dengan di Dudung yang dulu cowok papan bawah. Katakan Dewi ini gagal dalam arena reproduksi (misal: cerai tanpa anak) sementara Dudung sukses buka warung pojok dan punya franchise segala. Jelas Dudung datang pede sementara Dewi tampil ragu. Dan menurut buku diatas Dewi akan menjadi underdog dihadapan Dudung dan jika tidak ada aral melintang Dewi dan Dudung bisa ber De-Dung de-dung ditepi kali dibawah bulan purnama.

Tuesday, June 23, 2009

apakah ini cuma soal intern belaka?

Agama yang saya lumayan kenal (kristianitas) tiba-tiba menjadi rada ganjil dibenak saya. Pertanyaan saya adalah seputar hal bersalah alias dosa. Tanpa konsep dosa kristianitas menjadi tidak mungkin - ibarat sebuah bilangan dibagi dengan nol- sulit dibayangkan. Yang saya pahami kristianitas berengselkan peristiwa Yesus - yang adalah juru selamat. Sudah tentu konsep juru selamat mengandaikan "ketidak-selamat-an". Mengapa pula ada ketidak-selamat-an ? Karena pemberontakan manusia alias dosa.

Manusia yang memberontak ini disebabkan -konon- kehendak bebasnya. Rada ganjil juga memahami ini - karena ibarat manusia itu ceroboh dan memilih yang jelek karena ia bebas, padahal pilihannya jelek.

Anyway- manusia yang tidak bebas tidak mungkin mencintai - karena mencinta dalam paksa atau demi imbalan adalah cinta yang palsu. Maka Allah yang adalah cinta sejati tidak bisa tidak selaian mendesain manusia bebas yang bisa berdosa.

Lha manusia yang berdosa ini tidak selamat dan oleh sebab itu ia perlu diselamatkan. Maka juru selamatpun dijadikan bagian rencana keselamatan. Sejak semula, sejak selama-lamanya.

Kalau logika ini benar maka the whole bussiness of keselamatan bisa dipahami macam soal intern Allah menghadapi desainnya sendiri i.e. manusia yang bebas.

Satu langkah lanjutan dari logika ini adalah : hal keselamatan adalah given. Allah yang tidak bergegas menyelamatkan adalah bukan Allah -karena Deus Est Caritas. Oleh sebab itu tidak perlu terlalu merasa bersalah kalau berdosa - tokh itu bagian dari desain.Lebih bagus mrencanakan untuk menjadi lebih baik -alih-alih menenggelamkan diri pada rasa bersalah ("karena dosaku IA mati"- not necessarily true)

Aku kok merasa logikaku ini tidak sejalan dengan katekismus. Disisi lain kupikir agama yang menekankan pada pasal "rasa bersalah" atau "hutang" kok bikin kerdil juga