Friday, December 18, 2009

Tiger Would

Demikianlah Tiger Woods yang jawara main golf bertekuk lutut dihadapan skandal. Seorang teman mengatakan Tiger would and could and so he did. Maka kita baca peribahasa melayu yang saya temukan hari ini : "Biarpun kucing naik haji, pulangnya mengeong juga" yang maknanya : pembawaan yang tidak dapat diubah.

Tentu kita tidak tahu apakah memang begitu pembawaan Mister  Woods ini atau dia menjadi begitu akibat kondisi (kaya raya, pergaulan selebriti, etc). Kita juga tidak bisa menghakimi dia lebih jelek dari kita (bahkan Yesus pernah berkata : mengapa engkau mengatakan Aku baik ? hanya Allah yang baik).

Hanya Allah yang 100% spirit, kita manusia punya daging dan DNA. Kata Dawkins -bahkan- kita cuma sarana gen untuk menggandakan diri. Dalam pandangan gen-etik Mister Wood tentu sebaiknya ber-prokreasi dengan lebih banyak wanita - supaya gen nya lestari. Demikian strategi gen yang mungkin tidak sejalan dengan aspek etika, moral, agama, dsb.

 Tetapi kiranya satu hal yang cukup pasti: Tiger tidak bisa menyalahkan siapa-siapa selain dirinya. Jika sudah tahu bahwa manusia itu terdiri dari daging juga maka jangan main api. Lagi Yesus kita dengar : spirit itu penurut tetapi daging lemah. Lemah dalam makna: mudah terbawa agenda biologik. Maklumlah -kalau percaya biologi- manusia tidak terlalu berbeda. Konon beda DNA manusia dengan simpanse cuma 4% saja. Maka dorongan hormonal simpanse juga kita alami sama kuat.

Tetapi tentu otak kita yang 3x lebih besar dari kera afrika ini mestinya tidak cuma kita biarkan saja dikendalikan arus deras lendir hormonal. Kita punya "free" will. Kera tidak punya pilihan: kita jelas punya. Karena menjadi manusia itu konon meski could but not necessarily would.




Saturday, November 21, 2009

dreaming of a white Christmas

I'm dreaming of a white Christmas
Just like the ones I used to know
Where the treetops glisten,
and children listen
To hear sleigh bells in the snow 


Setelah rada gede kita suka bertanya sambil tertawa - kok di Indonesia pohon natal kita dipasangi salju ? kan kita hidup dinegara tropis ? For that matter mengapa pula memasang pohon cemara dan bukan pohon pisang miisalnya ? Tetapi apa boleh buat, Natal yang tercetak dibenak saya adalah natal dengan pohon terang dan jingle bells. Imprinted kalau pinjam bahasa londo, sablon kalau kata caladi 59. Sablon umumnya diterakan di kaos polos - dan sekali tercetak sulit dihapus. Dan demikianlah pula natal saya. Natal yang putih dan ber-jingle-jingle.

Tidak ada yang salah dengan hal ini. Hanya saja - setelah sadar bahwa kaos kita bersablon, kita bisa bertanya : apa sih yang tertempel disana ? apa motif sablonan itu ? Mungkin kita tidak terlalu suka, tetapi karena sudah terbiasa, ya akan merasa kehilangan kalau sablon-an dihapus atau diganti. Dengan kata lain : kita sadar bahwa sablon itu ada, ditempel dan kita bebas menentukan sikap.

Menjadi sadar adalah hal yang penting - kalau kita mau menjadi otonom, bukan sekadar robot yang dikendalikan pihak luar. Natal (agama) yang tidak disadari juga merupakan pelecehan pada Ia yang hendak dipuja dalam agama. Apa makna sebuah relasi kalau yang satu berjalan sambil tertidur ? Saya bukan teolog, tetapi Tuhan -kira saya- ingin agar manusia sadar ber-relasi dengan Dia. Bukan cuma ikut-ikutan, apalagi sembari ditakut-takuti segala.

Maka saya sambut natal kali ini dengan kenangan akan pohon terang dan jingle-jingle. Saya maklumi bahwa kenangan ini telah tersamblon dibenak. Sebuah kenangan manis - akan kehangatan natal. Semoga kehangatan ini bisa saya bagikan juga pada mereka yang dekat dengan saya.

Friday, November 20, 2009

Dalam lautan bisa diduga, dalam Thierry siapa tahu?

Dizaman modern ini kejujuran ditentukan oleh wasit. Thierry Henry yang sempat jadi ikon kesebelasan kondang dari London, Arsenal jelas-jelas main tangan dalam partai "hidup-mati" play off kualifikasi piala dunia antara Perancis dan Irlandia Utara. Aksi main tangan ini mengantar Perancis menyamakan kedudukan dan mereka menyingkirkan Irlandia Utara. No luck for the Irish, but Thierry Henry is the greatest cheater menurut majalah times


Henry konon mengaku dia main tangan - tetapi kalau wasit tidak menyatakan itu salah (lantaran tidak melihat atau alasan lain) maka kecurangan itu menjadi sah. Lepas apapun konsekuensinya (kesebelasan lain tersingkir,  etc). Peristiwa curang kita lihat juga saat orang perancis lain bernama Ngog pura-pura diganjal dan membuat kesebelasannya berhasil dihadiahi penalti. Seorang blogger menulis bahwa hal seperti ini konon lumrah dalam sport


Wasit dan pemain memang manusia dan sepakbola yang menjanjikan hadiah, uang dan ketenaran tidak pelak adalah godaan (bagi siapa saja) untuk meraih kemenangan, at all cost. Tujuan menghalalkan cara. Memang tidak semua. Robbie Fowler pernah memprotes wasit justru karena memberinya hadiah penalti. Fowler bilang dia tidak dicurangi, tetapi wasit berkeras pada keputusannya. Penalti disepak dan goal. Apa boleh buat

Demikianlah human is human - kalau anda menemukan dompet berisi uang ribuan dolar apakah anda akan iklankan : ditemukan dompet pemilik silakan ambil ? atau anda tinggalkan dompet itu tergeletak begitu saja ? atau anda ambil dan gunakan 90% untuk amal ? pilihan yang sulit kalau tidak ada yang melihat kejadian ini.

Sudah tentu tidak ada komunitas yang bisa bertahan tanpa kejujuran. Bagaimana kalau pesawat terbang tidak taat jadwal ? kalau orang tidak membayar hutang ? kalau 1 liter bukan 1 liter ? kalau makanan kaleng expired dijual ? Maka bisa dimengerti kalau muncul yang namanya etika, pulisi dan neraka. Supaya manusia didorong untuk tetap jujur sebisa-bisanya

Tetapi disisi lain tidak realistis juga kalau kita berharap semua orang sejujur kita. Kalau anda dijalan raya anda perlu hati-hati terutama karena ada orang yang tidak sehati-hati anda. Selalu ada moron yang mengemudi seenak dengkulnya. Tidak guna memaki atau mengutuk. Kalau cilaka anda juga kena getahnya. Persis demikian dalam kasus Henry versus Irlandia Utara ini.

Keane yang asli dari Irlandia menandaskan dengan bagus bahwa yang salah adalah Irlandia sendiri. Jika mereka membuat selisih goal tak terjembatani (misal 2-0) maka kecurangan Henry menjadi sebuah lelucon yang lebih memalukan lagi.

Konon orang bijak mengatakan bahwa kita perlu lebih takut manusia daripada sama macan. Karena macan jauh lebih jujur dari manusia. Macan lapar menerkam - maka sediakan kandang besi, tetapi manusia? Hati manusia siapa yang tahu ?

Thursday, November 12, 2009

mencintai orang asing

kebetulan membaca majalah time edisi khusus yang membahas soal otak manusia
konon manusia punya kecenderungan mencintai yang mirip dengan dia
konteksnya adalah etnis
jadi kita mencintai yang punya genetika mirip dengan kita
itu manusiawi dan biologis normal

pertanyaan : kecenderungan mencintai spt ini konon dibarengi dengan kecenderungan membenci mereka yang berbeda
yang asing
xenophobia
mungkin ini juga biologis
karena yang berbeda dengan kita punya gen yang tidak sama
hence mereka adalah saingan atas resource yang terbatas

maka, ukuran cinta humanisme adalah
bukan mencintai sesama
tetapi lebih2 mencintai orang asing

mencintai sesama - kita cuma mengikuti naluri biologis yang juga dimiliki makhluk lain
tetapi mencintai orang asing - jelas unik manusia

maka sebuah buku kuna menulis :
ketika aku lapar engkau memberi aku makan
ketika aku orang asing engkau memberi aku tumpangan
persis karena kasih itu -teorinya- justru yang melewati batas naluri

kalau mencintai orang yang baik pada kita - apakah upahmu (kata buku kuna itu lagi)
orang yang tidak mengenal Allah pun berbuat demikian

(aah teoriiiii)

Saturday, November 7, 2009

satu lilin saja

ini masih cerita terusan tentang rencana natalan sebuah komunitas. Seorang pengamat menjadi jerih lantaran posisi dana masih jauh dari target. Padahal sisa waktu sudah dibawah jumlah jari dua tangan. Bagaimana mungkin. Tetapi sang pengamat ini segera teringat bagaimana dizaman perjanjian lama ALLAH memihak umatnya dihadapan segenap musuh mereka. Jadi mengapa harus ragu jika dijaman modern ini IA tidak tergerak membantu jemaat membeli kertas kadoNYA sendiri ?

Saya yang asing dengan segenap hiruk pikuk ini menjadi terheran-heran lebih lagi. Jadi siapakah ALLAH ini ? Apakah semacam ATM yang -jika kita tahu passwordnya akan serta merta memuntahkan uang tunai sekehendak hati kita ? Jika memang demikian adanya maka ALLAH sungguh tidak lagi independen. Ia tidak kurang dari jin dalam botol yang patuh pada sang majikan pemilik botol - siapapun dia, apapun permintaannya.

Sudah tentu kita ingat ada pepatah klasik : terjadilah kehendakMU dan bukan kehendakKU - dalam kasus panitia tempatan kita kali ini kita boleh sekejap bertanya: siapa sebenarnya yang punya kehendak disini ? Saya kira panitia tidak segan untuk mengklaim bahwa apa yang mereka putuskan adalah kehendakNYA - lha sudah didoakan kok. Bagaimana tidak : kita mau merayakan kelahiran Anak TunggalNYA dengan meriah semampu kita - masak ini hal yang jelek? Dan lihatlah bahwa IA akan turun tangan membantu kami - karena bukankah yang mengetuk bagiNYA pintu dibukakan ?

Saya tidak hendak mengatakan bahwa ALLAH akan membantu atau tidak - tetapi jika sebentar kita menengok Kitab Suci- MRK dan YOH sama sekali tidak memandang Natal sebagai hal yang penting untuk dimuat dalam Injil mereka. Paulus dan Petrus tidak ambil pusing dengan hal ini dan saya kira jemaah perdana hingga ratusan tahun melewatkan tanggal 25-12 tanpa rasa salah.

Natal bukan jelek jika hendak dirayakan, tetapi mungkin pertanyaannya : dirayakan seperti bagaimana ? Jika Natal dirayakan macam 'tukang dagang' merayakannya maka yang terjadi adalah pesta bru-ha-ha extravaganza yang meriah tetapi mungkin hampa.

Kalau saya ditanya bagaimana hendak merayakan Natal ? Mungkin saya jawab begini : alangkah baiknya jika natal dirayakan dengan menyalakan lilin simbolik. Lilin simbolik teh naon? Dunia ini masih perlu lilin disana-sini, ditengah kemiskinan, korupsi, buta huruf dan putus asa. Menyalakan lilin artinya berbuat sesuatu -meski kecil dan mungkin sporadis- sebagai pernyataan bahwa harapan itu masih ada dan sungguh nyata. Bahwa kegelapan bukanlah kata final.

Apa boleh dibuat ? apa saja - mengirim buku, mengirim obat batuk, uang sekolah - apa saja. Sebatang lilin kan bisa macam-macam. Lantas kita sama-sama nyalakan - dipojok sana, sini dan dimana saja kita berada. Niscaya kegelapan akan pecah dan cahaya harapan akan muncul diufuk sana

bring on the candle

Thursday, November 5, 2009

heboh natal

Untuk natalan kali ini sebuah panitia tempatan menargetkan menghadlirkan pendeta kondang berambut rapi jali dan penyanyi hitam manis dari wilayah timur. Dana yang diperlukan berlipat-lipat dan panitia terengah pontang-panting mencari dana. Boleh ditanya - siapa suruh ? Natalan heboh mungkin bagus tetapi kok bagiku itu ibarat membungkus hadiah murahan dengan kertas emas. Untuk apa ? whom are we kidding ?

Mungkin kristianitas telah ber-evolusi menjadi agama perayaan - dimana ketaatan beragama diukur dengan meriahnya lagu dan tarian, dengan khotbah yang meledak-ledak dan parade artis-artis. Bagiku kristianitas macam begini adalah sebuah kehampaan yang sia-sia. Jika ini sungguh yang dicari maka mari kita menjadi event organizer semua. Yang pandai merancang acara extravaganza dan hura-hura.

Mungkin setiap zaman punya marker yang berbeda. Kristianitas abad awal ditandai dengan martir dan pengorbanan, dengan pengkhotbah keliling dan pertobatan. Setelah menjadi agama negara kristianitas menjadi kekuatan politik yang haus kekuasaan dan atribut. Abad pertengahan kristianitas (di barat) sibuk berkelahi satu sama lain dan skisma (dibarat) meliberalisasi interprestasi. Abad mutakhir ini kristen macam apa yang tampil dipanggung dunia? Apakah karitas ala Teresa Kalkuta atau gereja pentas 'bru-ha-ha' ala amerika? Apakah kristianitas masih punya semangat hidup yang menarik manusia ? atau sekadar relik masa lalu yang kehilangan daya hidupnya ?

well, pertanyaan macam ini seperti 'jauh dari panggang dari api' - karena panitias bergegas-2 merencanakan perayaan yang super meriah. Untuk apa ? Oh tidak ada yang punya waktu untuk bertanya - lagi pula mereka sudah terbiasa untuk tidak bertanya-tanya. Natal itu artinya perayaan bukan ? semakin meriah tentu semakian menyenangkan Allah ! Iya kah ?

As if we do really know what He/She thinks

Sapere aude

Saturday, October 31, 2009

How Could Hell Be Any Worse?

Benitez diujung tanduk. Team asuhannya dicukur 3-1 dikandang team relatif lemah Fulham, 2 pemain diganjar kartu merah. Gerard belum pulih, minggu ini tanding tandang melawanLyon dalam partai harus menang di liga Champion. Kepleset di Lyon Liverpool praktis cuma eksibisi disisa musim ini. Nothing will matter no more.

Is this Hell ? Benitez masih berhasil main sulap waktu ManUtd digulung sempurna di Anfield minggu lalu, tetapi kalah dari Fulham jelas tidak membuat situasi jadi lebih baik.

If this is not hell, what could be worse than this ? Sudah tentu orang akan jerih jika sebentar-sebentar mengutuki diri manakala terpeleset kerikil. Hidup memang bukan soal berapa kali jatuh, tetapi berapa kali bangkit. Tidak ada persoalan dengan filosofi ini, hanya saja dalam kancah liga dimana prestasi (dan uang) jadi panglima, orang kerap tidak banyak diberi kesempatan untuk bangkit setelah jatuh 7 kali.

Benitez mungkin cuma punya 1 nyawa lagi. Yang 8 (katakan ia semacam kucing bernyawa 9) sudah pupus. Apakah nyawa semata wayang ini putus dikandang singa Lyon ? Kita tunggu saja. Namun kita tidak akan heran kalau Benitez di'pensiun muda' oleh klub si merah ini. Apa boleh buat, bisnis adalah bisnis bung !

Jika ramalan ini berlaku - kita ucapkan selamat jalan Benitez. Walk On !





Monday, October 26, 2009

Zen Anfield

I'm sure once we have won one game then everything will change - Benitez, sebelum pertandingan Liverpool - MU 25-10-2009

Liverpool tiga kali berturut-turut mengandaskan MU. Kali ini di Anfield 2-0. Liverpool sekaligus menghentikan rekor 4 kali kalah berturut-turut di EPL dan Champion League. Benitez bisa bernafas lega setelah menghadapi hujan cercaan atas kinerja team asuhannya.

Pendukung Liverpool tentu dengan mudah melupakan empat kekalahan lantaran mabuk merayakan kemenangan dari sang musuh bebuyutan. Tetapi Benitez sempat berkata pula sebelum pertandingan berlangsung:

It's really important to stay calm and think about one game at a time. That has always been the message and always has to be

Semangat “think about one game at a time” adalah semangat zen. Yang selalu ingin hadir kini dan disini. Menerima setiap saat apa adanya – baik atau buruk. Tidak ada keinginan untuk melarikan diri (jika kini dan disini adalah sebuah hal yang menyakitkan) ataupun melekat (jika tengah mabuk kesukaan). Saat ini (kini dan disini) adalah yang nyata – lainnya adalah pelarian atau kelekatan.

Ingat tentang dongeng Sisipus yang mendorong batu bundar kepuncak bukit hanya untuk kemudian digelindingkan balik ? di barat dongeng ini kerap digunakan untuk menggambarkan hukuman dan kesia-siaan. Tetapi disisi Zen pandangan ini keliru. Karena ia memandang seluruh rangkain makro dalam perspektif yang bias. Yang memandang bahwa hidup tanpa kesenangan adalah sia-sia dan seolah hidup mesti diarahkan pada kesukaan belaka.

Zen kiranya memandang bahwa pelarian/kelekatakan adalah sebuah kesesatan. Jika Sisipus mengalami hanya saat ini, kini dan disini maka ia cuma melihat kegiatan jalan-jalan kepuncak bersama batu. Tidak ada bayangan akan masa lalu atau masa depan. Semuanya adalah sekadar bayangan hampa. Tidak usah dipikirkan karena tidak ada gunanya selain meracuni benak semata. Hadapi piring nasimu yang kini dan disini. Esok cuma bayangan, kemarin sudah berlalu.

Benitez yang melihat mikro membebaskan dirinya dari beban yang tidak perla disandang. Mereka memang sudah kalah empat kali berturutan, tetapi mereka punya kapacitas untuk menang (sudah dibuktikan berulang kali pula). Lalu mengana tidak memusatkan pada pertandingan yang dihadapi?

Lagipula –kembali ke Sisipus- Albert Camus pernah memberikan sisi lain dari cerita. Bahwa diam-diam Sisipus pelan-pelan berubah menjadi lebih kuat setiap kali kembali mendorong batu kembali ke puncak. Dan mungkin batu itupun aus dan menjadi lebih ringan setiap kali cerita di-reset. Sudah tentu Sisipus bisa menjadi tertekan jika manakala memusatkan pikiran pada gambaran kesia-sia-an, tetapi jika ia melihat mikro ia bisa melihat sisi lain – misal: menikmati pemandangan alam – buat apa terlalu sibuk mendorong sang batu yang nanti pun turun lagi? Sediakan waktu untuk memandang alam sekitar, menghirup udara segar. Mengalami “sekarang” – saat ini, kini dan disini

think about one game at a time. That has always been the message and always has to be

Thursday, October 22, 2009

natalan jangkrik genggong

Natal van krontjong und dangdut

adegan 1:
Herodes masuk
setting prajurit Jepang Tenno Heika masuk ke pelabuhan Tuban (Tu Ping Suh dalam bahasa Tionghoa) kumendan pasukan adalah seorang pendek yang bengis bernama Nang Ka Rana
ia gemar memamerkan pedang panjangnya
karena kurang percaya diri - banzai

adegan 2:
Maryam gadis dari Madiun
Maryam masih muda putus sekolah
ia gemar meronce kembang melati setaman disore hari
(lagu : rangkaian melati yang kuronce...)
adegan desa Madiun kelahiran wan Abed
lengkap dengan bebek angsa dikuali ...hehehehe

adegan 3: Yusuf
Yusuf pemuda harapan mbahnya
sejak kecil ia yatim piatu karna ortu dibedil kumpeni
Yusuf sudah cukup umur untuk menikah - tapi ia lebih suka berbakti pada si mBah nya
yang nyaris buta itu

adegan 4: gonjang-ganjing dikampung wan abed
entah siapa yang mulai itu berita
tapi dikabarkan Maryam mengandung diluar nikah
aib mengarak disekeliling rumah wan abed
bebek angsa tak bernyanyi lagi

adegan 5: maryam mengunjungi mbah buta nya Yusuf
mBah buta ini bijaksana
ia suka menasehati sesama
nDuk, jangan kau gugurkan jabang bayimu
mBah melihat tanda2 dilangit, orokmu ini akan jadi juru selamat

adegan 6: Yusuf mengantar Maryam sembari menuntun pit (sepeda)
Yusuf memang sudah ada hati pada Maryam
mereka berdua putuskan untuk pergi saja ke Malang
tempat yang sejuk dikaki gunung Arjuna
tempat lambing dan domba diangon beas

adegan 7: gembaka mbek di prigen
Prigen tempat yang sejuk
gembala suka menjaga mbek sambil dangdutan

adengan 8: kelahiran di Prigen
Stille nacht (heheh maksa)

adegan 9: pasukan Nang Ka Rana mengamuk
ada kawat dari Tenno Heika di Tokio
ada inlander yang bakal jadi raja baru
tak bisa - Tenno Heika lah sang raja
Nang Ka dengan pedang panjang plok plok mengamuk

adengan 10: lari ke Kediri
Maryam dan Yusuf lari ketempat kerabat di kediri
Yusuf diberi tahu lewat mimpi
kediri tempat mengungsi
si jabang bayi
dibawa pergi
kediri kami datang

adengan 11: Nang Ka Rana Harakiri
gagal mengemban misi teno heika
Nang Ka Rana menghabisi diri
Haik banzai

adegan 12: uwis
kok ra bar bar
iki piye...

penutup: jangkrik geng gong

SULIT UNTUK TIDAK MENCINTAI

seorang pencinta Liverpool menulis begini (huruf besar dari dia, ini 100% quotation)

AKU TETAP MENCINTAI LIVERPOOL APAPUN YANG TERJADI DENGAN TIM INI, BAHKAN ANDAIPUN....ANDAIPUN SAMPAI TERSISIH DARI LIGA

CHAMPION, BAHKAN JIKA SAMPAI MEROSOT KE DASAR KLASMEN DI LIGA PUN, AKU SULIT UNTUK TIDAK MENCINTAI LIVERPOOL.

MENCINTAI TIM LIVERPOOL GAMPANG KOK.....JIKA ANDA SUDAH BISA MENERIMA SETIAP KEKALAHAN, SETIAP KETERPURUKANNYA DENGAN

IKHLAS DAN SABAR, SERTA DAPAT MENYIMPAN SEMUA UMPATAN DAN MAKIAN DENGAN TEGUH, MAKA ITULAH MAKNA DASAR MENCINTAI LIVERPOOL.

ANDA, SECARA PRIBADI PUN, TAK SELALU MENERIMA KEMENANGAN TERUS MENERUS DALAM HIDUP ANDA, SUATU SAAT ANDA AKAN MENEMUI

KEKALAHAN. LALU APAKAH LANTAS KITA MEMAKI2 KEHIDUPAN INI??

AKU TAK PERDULI, APAKAH AKU SEORANG FAN ATAU SEORANG SUPPORTER....AKU TAK MENGENAL ISTILAH ITU....YANG AKU KENAL DALAM

JIWAKU CUMA SATU KATA :
AKU MENCINTAI LIVERPOOL APA ADANYA.....!!!!!

DAN SAMPAI HARI INI, AKU SUDAH MENCINTAI LIVERPOOL SELAMA 31 TAHUN......BAHKAN MUNGKIN SEBAGIAN DARI ANGGOTA MILIS INI

BELUM PADA LAHIR. TAPI AKU TAK PERNAH MENGELUARKAN MAKIAN DAN UMPATAN, AKU PERNAH KECEWA DENGAN LIVERPOOL, TAPI TIDAK

PERNAH MERUSAK SEDIKITPUN CINTA YANG AKU MILIKI UNTUK LIVERPOOL.

Rupa-rupanya ada pendukung (Liverpool) yang kecewa kalau tim dukungannya menderita kekalahan. Mereka mengumpat, memaki dan mungkin memutuskan untuk mengalihkan dukungan ke team lain. Boleh ditanya apakah mereka tidak sesungguhnya memproyeksikan citra diri pada team dukungan mereka. Kalau team mereka menang mereka mengalami "feeling good" sementara kalau kalah mereka "depresi" dan lantas protes. Ganjilnya. mereka bukan pemilik klub Liverpool, pemain Liverpool bukan sanak-saudara mereka. Tapi mereka demikian "care" dengan nasib klub ini. Demikianlah definisi "fan", alias penggila.

Menjadi fan macam begini jelas berisiko - karena kita pertaruhkan 'mood" kita pada sesuatu yang diluar diri kita. Kita menolak bergembira kalau team kita kalah dan kita bersuka cita -apapun yang terjadi di sisi lain hidup kita - kalau team kita jadi juara. Kita tidak mengontrol 'mood" kita tetapi kita macam boneka marionete yang dipermainkan sesuatu diluar diri kita.

Sekarang mari kita bahas soal surat kawan kita ini - katanya kunci mencintai adalah menerima apa adanya. Mau kalah, mau menang, biarpun degradasi sekalipun - pejah gesang nderek Liverpool. Karena itu saja yang ia kenal : AKU MENCINTAI LIVERPOOL APA ADANYA.....!!!!! Cinta yang tanpa syarat begini mungkin langka - karena orang cenderung jadi dingin - menang boleh, kalah apa boleh buat - you are my Liverpool - saecula saeculorum.

Mencintai seperti ini mengandaikan penguasaan diri. Saya memutuskan untuk mencintai engkau - apapun engkau, bagaimanapun engkau. Cinta seperti ini mensyaratkan kita sadar diri dan aktif berperan - 'mood' kita tidak diombang-ambingkan sesautu diluar diri kita - karena yang punya kendali adalah diri kita sendiri. Mencintai seperti ini mungkin kedengaran rumit dan menuntut kita keluar dari lingkaran ego kita - Tapi kata kawan kita lagi "MENCINTAI TIM LIVERPOOL GAMPANG KOK....."...well it seems it is easier said than done

walk on

Wednesday, October 21, 2009

sibuk menyembah

Ingat saya Yesus pernah berkata bahwa jika engkau masih belum memaafkan saudaramu – tinggalkan persembahan mu dan berdamailah dulu dengannya – baru meneruskan ibadahmu. Kira saya ini adalah sebuah peringatan bahwa yang didalam adalah lebih utama dari yang diluar. Dari sisi sini saya selalu heran kalau orang sibuk dengan yang namanya penyembahan, worship seminar atau yang sejenis.

Sudah tentu masing-masing orang dipersilakan bersibuk dengan minat masing-masing (well minat saya adalah “menjadi heran”) tetapi izinkan saya untuk bertanya disini :apakah sebenarnya yang terjadi dalam sebuah ritual penyembahan?

Jika ditabrakan dengan omongan Yesus diatas maka kesibukan seputar ritus penyembahan menjadi pucat. Apa perlunya berlatih menyanyi, main band, menari jika kita masing-masing belum penuh damai ? Jika kita belum diubahkan (“berdamai”) maka ritus kita tinggal menjadi klise – yang kosong dan jauh. Kita mungkin saja berhasil menampilkan “pertunjukan yang dahsyat, yang riuh rendah dan penuh lampu. Tapi terus apa ? Apa bedanya dengan pertunjukan musik rock ? Yang membedakan mungkin cuma isi lirik, pakaian dan potongan rambut. Deep down inside ? I doubt it.

Boleh ditanya: jika memang demikian kapan kah kita akan menyembahNya ? Kita kan manusia – mana mungkin menjadi sempurna. Kalau disuruh sempurna dulu (“berdamai”) baru boleh menyembah ya bisa-bisa kita tidak pernah menyembah dong.

Tetapi tidakkah persembahan kita menjadi artificial jika hanya merupakan pertunjukan karnaval ? Siapa yang hendak kita pameri?

Justify Full

Friday, October 9, 2009

apakah ini kebetulan atau memang kehendakNya

No offense, tapi saya sulit menemukan hal utuhnya patung Bunda Maria dan Yesus (despite gempa) di Padang sebagai punya makna lebih lanjut dari sekadar kebetulan yang random.

Allah yang peduli pada patung dan "lupa" pada korban manusia yang jumlahnya ratusan kok rada ganjil dibenak saya. Manakah yang lebih bernilai ? patung atau manusia?

Allah yang memilih "membela" patung juga bisa ditanya apakah Ia menjadi netral atau memihak sekelompok kecil tertentu? Mengutip web ini solidaritas Allah kiranya adalah sebuah solidaritas yang inklusif - semua saja dirangkulNya, bukan cuma segelintir saja. Memang kedatangan Mesias tidak dapat dilepaskan dari garis perjanjian Allah dengan bangsa Israel, namun tidaklah berarti bahwa penyelamatan Allah berakhir hanya pada bangsa Israel. Bangsa Israel dalam hal ini adalah instrumen dari visi dan Missi Allah untuk pembaharuan seluruh ciptaan .

Kalaupun hendak dipertahankan bahwa Allah sungguh memihak maka Ia memihak yang malang, miskin dan dilupakan. Cukup jelas bahwa Ia tidak melihat lebih jauh - apakah yang miskin itu beragama A atau B, dsb. Allah yang macam ini kiranya akan cukup sibuk karena orang miskin - seperti kata Yesus - selalu ada padamu (hence ada dimana-mana). Saya kira dari sisi sini Allah seperti ini tidak punya waktu untuk memusingkan patung dan akan bergegas mendapatkan mereka yang kena bencana di Padang sana

Thursday, September 24, 2009

It punches us straight in our optimism

Skandal ‘crashgate’ Renault menambah daftar panjang kecurangan dalam dunia olah-raga. Kata majalah Time kecurangan macam itu menohok optimisme kita. Pertandingan olah-raga adalah semacam pementasan dambaan manusia untuk melebihi batas-batas alaminya. Citius-Altius-Fortius yang jadi semboyan olimpiade menunjukan kerinduan ini.

Sudah tentu didalamnya ada asumsi bahwa kemenangan dicapai dengan upaya yang jujur. Karena apa maknanya jika kemenangan (atau progress) diraih dengan cara yang kotor ? Apa artinya memenangi lomba lari sprint jika engkau memakai sepatu roda berpropeler roket?

Sayang dunia olah-raga modern berkait erat dengan uang (dan politik) dan tujuan jadi menghalalkan cara. Maradona menggunakan tangannya (dan malah menyebutnya sebagai “tangan Tuhan”) manakala Argentina menyingkirkan Inggris dipiala dunia Mexico tahun 1986 (Argentina memenangi Piala Dunia tahun itu). Apakah Maradona lantas tidak bisa tidur karena telah berbuat tidak jujur ? Sebaliknya – katanya hal ini adalah pembalasan perbuatan Inggris di Falkland/Malvinas: “This was revenge..”

Apa boleh buat uang (dan politik) tidak mengenal “moral” – Pecunia non olet, kata orang. Uang tidak berbau. Uang dari hasil penjualan barang busuk sama harum dengan uang hasil kerja keras. Maka persekutuan antara olah-raga dengan uang memang rawan penyelewengan.

Disisi lain, olah raga amatir (yang by definition nir laba) kalah diminati akibat kalah kualitas dengan yang professional. Olah-raga professional (baca : uang) jelas lebih menarik atlet berkualitas. Siapa yang punya kesempatan berlatih keras kalau juga masih harus mencari nafkah hidup sehari-hari ? Nyaris tidak mungkin.

Maka olah-raga professional –apa boleh buat- memang tidak 100% fair, dan memang tidak mungkin juga. Manusia bisa salah (misal : wasit tidak melihat kecurangan Maradona dan sepakbola tidak mengenal video instant replay) dan lebih-lebih manusia bisa curang. Maka, kembali ke topik awal soal optimisme dan keinginan manusia untuk menembus batas, kiranya batas tetap perlu. Batas moralitas, batas mana yang fair dan curang. Batas ini harus tetap dijaga kalau optimisme sejati ingin ditegakkan. Kalau tidak piala kemenangan kita tinggal jadi bukti bagaimana kita sudah lebih pandai menipu diri sendiri.

Monday, September 14, 2009

You should never take emotion out of sport

Demikian manajer ManCity Mark Hughes membela tingkah anak asuhannya Manu Adebayor yang merayakan gol cetakannya ke gawang ex teamnya Arsenal dengan berlari dan ndlosor dihadapan gerombolan pendukung the Gunners. Katanya : Manu sudah minta maaf dan dia kan masih berada didalam lapangan, bukannya melompat ketengah-tengah kerumunan penonton – jadi harap maklum lah. Harap maklum juga karena minggu depan ManCity akan bertanding derby melawan ManUnited, Kalau Manu sampai kena ganjar hukuman tidak main, maka ManCiry bisa kerepotan.

Hughes ada benarnya juga. Kalau emosi dilarang dalam sport maka orang menonton seperti menonton demo masak atau belajar senam pagi, dingin saja dan mungkin sambil lalu. Emosi membuat game jadi menarik, adrenalin dipompa dan hidup terasa lebih hidup.

Sudah tentu Hughes bukan guru spirituliatas macam Eckhart Tolle yang berkata bahwa emosi adalah pe-raga-an dari pikiran. Dan perasaan (negatif) yang dialami akan meninggal jejak/residu dalam tubuh kita. Residu ini akan bertumpuk dan menjadi apa yang dia sebut sebagai pain-body. Kalau residu ini dibiarkan maka ia akan menguasai diri kita dan membuat kita malah ketagihan mengalami emosi itu lagi dan lagi. Maka perseteruan (antar klub atau apa saja) bisa mendarah daging dan umumnya meningkat – kalau tidak terkendali bisa menjadi tawuran. Karena yang bicara bukan benak yang jernih tetapi emosi yang keruh.

“Dosa” Manu malam itu bukan cuma itu. Ia juga mencederai Van Persie. Van Persie mengatakan Manu sudah menodai sepakbola yang “we all love”.

Kembali ke Tolle. Menurut Tolle cinta bukan emosi. Emosi positif macam cinta dan kebahagian bukanlah emosi. Cinta katanya adalah saat-saat dimana kita mengalami seolah segala sesuatu berhenti bergerak (stillness). Bayangkan kita mengalami sekian sekon keheningan ditengah badai yang gaduh. Tiba-tiba kontras yang sangat ini membuat kita mengalami damai yang membuat kita speechless

Dalam sepakbola momen-momen seperti itu sungguh terjadi. (sebagai misal Ronaldinho yang mendapat salut dari pendukung Real Madrid). Saat orang bertepuk tangan bagi pemain lawan yang luar biasa kita tergetar dan terharu. Sepakbola macam itu menjadi macam momen keagamaan dimana manusia melampaui naluri egoistiknya dan tenggelam dalam kekaguman akan keindahan tarian yang kita sebut sepakbola.

Sepakbola macam itu yang kita dan Van Persie cintai. Disana kita tidak bicara soal menang atau kalah, tetapi soal fair play, soal kekuatan mental, soal kematangan strategi, kepala dingin dan determinasi. Soal rise above ourself.

You should never take emotion out of sport, baiklah. Tetapi jangan pula berhenti disana.

Wednesday, September 9, 2009

Pewartaan Tanpa kata-kata?

Apakah Allah akan diwartakan secara berbeda jika orang dilarang menggunakan kata-kata ? Mungkinkah membagikan pengalaman akan Allah melulu dengan perbuatan ? Ingatlah saya akan tuduhan yang diarahkan pada Yesus yang dikatakan telah mengusir setan dengan kuasa kegelapan. Sudah tentu hal ini tidak logis kata Yesus, sebab iblis tidak mungkin melawan iblis. Oh tentu saja, kalau iblis main fair play – kalau iblis curang dengan bersedia rugi dulu (dengan cara mengorbankan pion iblis) untuk beruntung dibelakang hari – lalu bagaimana ? Sudah tentu tidak ada yang bisa kita tanyai soal ini

Kembali ke topik kita : Mungkin kah membagikan pengalaman akan Allah melulu dengan perbuatan? Bisa saja, tetapi Allah yang disimpulkan oleh mereka yang mengalami perbuatan kita belum tentu sama dengan Allah yang hendak kita wartakan.

Sebagai makhluk yang dikutuk untuk selalu mencari makna akan segala hal yang terjadi kita akan tergoda untuk mencantelkan makna dan makna adalah kata-kata. Ingat pula bahwa kita tidak menilai dunia dengan lensa yang jernih. Kita mulai dengan asumsi dan syak wasangka.

Misal Beata Teresa dari Kalkuta. Dia menyentuh yang dibuang orang, merawat yang disepak masyarakat. Jika ia tidak memakai baju susternya, tidak pernah terlihat berdoa, tidak sowan ke Vatikan – apakah orang akan sampai pada Tuhan Yesus ? saya ragu. Paling-paling orang akan menyimpulkan Beata Teresa sebagai seorang yang baik. Orang memang bisa bertanya : dari mana dia punya semangat yang luar biasa ini ? Nah – disini kata-kata terpaksa diucapkan. Kecuali jika orang hendak dibiarkan untuk mengambil kesimpulannya sendiri-sendiri

Gereja katolik konon disebut mater et magistra (ibu dan guru). Sebagai guru ia adalah penerjemah tunggal perihal wahyu Ilahi. Dan Ia berbuat  demikian lebih-lebih dengan kata-kata. Gereja Katolik bukan macam guru senam yang berdiri didepan memberi contoh gerekan aerobik, ia lebih macam komentator yang menterjemahkan makna lukisan abstrak. Dan hanya ada satu terjemahan yang benar atas lukisan abstrak tadi. Pengalaman akan Allah oleh gereja diterangkan, dijabarkan, diberi ilustrasi dengan kata-kata.

Yang kerap terjadi saya kira adalah orang lebih sibuk dengan kata-kata. Orang berdebat, berpolemik dan menghabiskan banyak waktu dan energi demi kata-kata (termasuk blog ini). Apa boleh buat, orang ingin menjamin bahwa interpretasi sebuah peristiwa tidak sesat. Supaya tidak terjadi macam peristiwa gugatan lawan-lawan Yesus.

Andaikan kesibukan akan kata-kata ini boleh kita hentikan. Andaikan ada masa puasa berkata-kata. Andai pewarta itu lebih-lebih berarti orang yang berbuat. Mestinya dunia akan lebih indah lagi bagi saya dan anda. Karena perbuatan ternyata lebih mudah dipahami daripada kata-kata. Karena action speaks louder than words

Restless Till We Rest in You

St Agustinus yang kudus kita kutip berkata bijak “Restless Till We Rest in You”. Orang beragama menyatakan bahwa entah bagaimana dalam hati manusia ada kerinduan yang dalam dan ia hanya bisa teduh setelah berjumpa dengan dengan Sang Agung. Apapun namanya.

Maka orang beragama kiranya meyakini bahwa orang Atheis dan Agnotis akan selalu gelisah dan disaat terpojok mereka akan serta merta mencari perlindungan. Ungkapan yang kita dengar adalah “There are no atheists in foxholes” (terjemahan bebas: tidak ada yang kuasa tetap menjadi atheis saat ia berlindung dari desingan hujan peluru)

Mungkin benang merahnya demikian : disatu sisi Allah adalah kerinduan, disisi lain Ia adalah kebutuhan mutlak. Kalau kita ingat (lagi-lagi) Maslow sepertinya kedua hal ini adalah bagian continuum dari hirarki kebutuhan. Allah adalah kebutuhan mutlak yang dalam tingkat tinggi menjadi kerinduan.

Allah yang sebagai kebutuhan adalah Allah yang kita minta memenuhi keperluan sehari-hari, kelulusan ujian, kesembuhan penyakit, enteng jodoh dan menang undian. IA bak ATM yang provided kita tahu passwordnya (doanya bener, sajennya pas, puasanya penuh) akan serta merta memberi kita apa yang kita mau. Dan kita tentu percaya Dia Maha Kaya dan Maha Pengasih. Ia memberi hidup dan ia mengasihi umat (baca : mereka yang memeluk agama saya saja) dengan teristimewa. Haleluya !

Dalam level yang lebih canggih Ia menjadi kerinduan. Dalam level itu kita kurang peduli lagi dengan hal-hal material, maklumlah kita mencari yang hakiki. Yang esensi. Anehnya dalam dimensi ini Allah yang tegas sosoknya dalam paradigma Allah sebagai kebutuhan kerap menjadi
sebuah misteri. Santo Yohanes dari salib yang juga kudus mengatakan bahwa Allah itu macam malam gelap. Mungkin sedemikian gelap sehingga kita tidak bisa melihat jari kita sendiri. Jari yang sebelumnya kita gunakan untuk menunjuk itu Allah kebutuhan yang jelas terang benderang.

Seorang Aquinas yang tidak kurang pula kudusnya memutuskan berhenti menulis. Opus Magnumnya (Summa Theologia) konon tidak tuntas selesai. Mendadak saja ia memutuskan untuk berhenti menulis. Orang bilang ia melihat buku tebal yang kini jadi panutan banyak teolog adalah macam jerami belaka. Tentang Allah kita tidak tahu apa-apa. Orang yang berkata tentang Allah tidak tahu siapa Allah. Orang yang tahu Allah tidak berkata-kata.

Lantas siapa itu yang didamba Santu Agustinus sebagai kerinduan hatinya ? Siapa itu yang digambarkan Santu Yohanis dari salib ? Mungkin orang yang telah menemukan tidak kuasa lagi memerikan nya. Dan sebaliknya mereka yang belum berjumpa justru sibuk berkelahi tentang hal yang masih berupa angan-angan belaka. Angan-angan mu tentulah salah, karena tidak sama dengan angan-anganku ! Allah itu seperti ini dan sama sekali tidak seperti itu!

Cerita de Mello : seorang yang bepergian jauh ditanya apa yang ia lihat dinegeri yang jauh. Orang itu menjawab : oh saya melihat taman yang indah. Bagaimana rupanya ? Bunga apa ditanam disana ? Orang itu menjawab lagi : saya tidak sempat memperhatikan ini atau itu – saya mengalami keteduhan yang amat sangat.

Pengalaman akan Allah yang sungguh kiranya melebihi kemampuan bahasa untuk memerikannya. Allah yang diperikan dalam kata apakah sungguh Allah ? (sibodoh sibuk melihat jari yang menunjuk pada bulan – dan melupakan bahwa itu bukan bulan)

KL 08 Sep 09

Thursday, September 3, 2009

blurr

Kalau benar bahwa kitab suci itu sungguh ditulis dua kali : yang pertama tidak menggunakan abjad apapun - karena ia berupa alam semesta raya (yang kedua : kita sudah tahu semua, berupa buku dari jaman kuna yang memuat cerita Allah yang personal). Apakah ke-2 kitab suci ini bicara hal yang sama ? Apakah dari alam kita bisa menemukan Tuhan personal? Tuhan yang cemburu, yang marah dan yang mengasihi ? yang menggugat dosa dan menjawab doa.

Tuhan personal terutama kita jumpai dalam agama samawi (judaisme, kristiantias dan islam). Agama-2 ini meyakini bahwa ada kalanya dimasa lampau Tuhan "berbicara" dengan manusia. Paling tidak begitulah kita baca dalam kitab suci. Apakah mungkin ini cuma simbolisme belaka ? Bukan wewenang saya untuk menjawab - tetapi sebentar kita amini saja bahwa - somehow - begitulah yang terjadi - bahwa Allah berinteraksi secara eksplisit dengan manusia. Eksplisit dalam arti - tidak diragukan bahwa yang diseberang sana itu (kalau dianalogikan manusia sedang bicara lewat telpon) adalah Allah dan bukan pihak lain.

Saya tidak pernah tidak bicara dengan manusia sehingga belum dapat saya bayangkan bagaimana kalau saya dapat berwawancara dengan makhluk lain (apalagi Tuhan). Tetapi untuk melanjutkan diskursus kali mari telaah obrolan dengan sesama manusia tetapi dari lain budaya. Yang kerap terjadi kiranya adalah terutama dua hal prasangka dan "lost in translation". Prasangka karena : saya tidak paham persis sistem makna kawan bicara - apakah bicara keras itu sopan ? atau harus bicara lembut-2 saja ? Bagaimana saya menerka sistem makna lawan bicara kalau saya belum pernah berjumpa sebelumnya dengan yang serupa dengan dia ? Hal lain adalah : lost in translation. Segenap naskah terjemahan boleh dibilang macam penghianatan pada teks asli. Apa boleh buat - setiap bahasa punya cara khas untuk mendeskripsikan sebuah gejala. Misal : Nasi, beras dan padi adalah rice. Maka untuk menterjemahkan "rice" perlu dilihat konteks dan konteks adalah sistem makna yang juga tidak semudah membalik tangan untuk memahaminya

Lalu bagaimana kasus pembicaraan dengan Tuhan ? Sudah tentu agama-agama mendaku (to claim) bahwa hal ini sungguh terjadi dan tidak hendak saya debat iman mereka. Hanya saja ini sungguh merupakan lompatan yang luar biasa. Sama sekali tidak intuitif. Dari alam paling-paling kita bisa sampai pada pemahaman macam: bagaimana manusia ini kecil, bahwa keteraturan alam sungguh menakjubkan, dsb - tetapi dari titik itu ke pemahaman akan Tuhan personal adalah -lagi-lagi- a leap of faith.

Baik kita kembali ke pertanyaan semula: dari alam, apakah kita bisa menemukan Tuhan personal? Kira saya - saya akan menjawab - tidak. Karena saat kita memaknai sesuatu kita berangkat dari sistem makna kita. Sistem makna kita adalah kaca mata kita - sebuah benda menjadi hijau jika ia hijau tetapi juga kalau kaca mata kita hijau. Dan jika kaca mata kita lekat dilensa mata maka kita tidak tahu lagi apa ia sungguh hijau atau karena mata kita diset untuk melihat segala sesuatu sebagai hijau

Interpretasi akan alam pun bisa macam-macam, tergantung kaca mata kita. Alam bisa dipahami sebagai materi dan energi - dan tidak lebih dari itu. Atau ia diber persona (dewa hujan, dsb). Mana yang benar ? Tidak bisa dijawab dengan mudah kecuali disepakati dulu asumsi-asumsi yang kadang tersembunyi.

Maka Galileo dan Darwin menjadi skandal manakala mereka dikatakan mencampakan manusia dan bumi dari tempat terhormat (pusat semesta dan citra Allah) ketempat banal (bagian renik semesta dan hasil evolusi buta). Tetapi mereka sebenarnya cuma menunjukan interpretasi lain dari kenyataan yang sama.

Mungkin orang beragama tidak suka jika agamanya dikatakan sebagai interpretasi semata. Agama saya tentu yang paling benar! Tetapi tidak boleh mereka lupakan adalah - apakah saya tahu saya bisa menemukan kebenaran ? Tidakkah mungkin bahwa yang terjadi adalah saya meneguhkan interpretasi saya dengan melulu melihat segala sesuatu dengan kaca mata saya. Lain kaca mata adalah tidak mungkin.Dan karena hanya mungkin ada satu kacamata yang benar - kita berkelahi demi interpretasi. Ironis.

Wednesday, September 2, 2009

leap of faith

Kata Maslow ada yang disebut "hirarki kebutuhan". Dari yang paling dasar (survival, biologik) sampai yang abstrak (aktualisasi diri). Kira saya Maslow mengandaikan juga (entah lah - saya pun belum membaca detail thesis dia) - pada kebutuhan yang sama bisa ditempelkan label yang berbeda. Misal : memasak bisa dimaknai bagian dari hal dasar (untuk makan) atau aktualisasi diri (koki terkenal).

Pada kerangka Maslow ini kita bisa pertanyakan : lalu bagaimana dengan agama ? Apakah pada agama bisa pula ditempelkan label "survival" atau "aktualiasasi diri" ? Sepintas bisa kita setujui thesis ini. Jika agama dialami sebagai bagian dari identitas sosial (orang sekampung agama sama semua, masak saya tidak?), atau demi keamanan (pemerintah hanya mengakui agama A,B,C,D,E dan lain tidak) maka agama direduksi jadi ritus yang mestinya tidak mendalam, tidak mendarah daging. Macam sampiran yang bisa dilepas mana kala angin bertiup kearah yang berlawanan.

Harap ingat bahwa kita semua mestinya mulai dengan level ini. Waktu kita kecil agama disandangkan begitu saja pada diri kita. Kita yang dibaptis waktu bayi tidak punya pemahaman lebih dari sekadar hadir dan kena ciptratan air dingin. Ritus tidak berarti apa-apa selain keramaian yang samar-samar kita ingat.

Terpulang pada kita masing-masing untuk menaikan level agama dalam hirarki kebutuhan kita. Sebagian mungkin memilih menyibukkan diri dengan hal-hal dalam hidup dan membiarkan agama tetap pada tingkatan dasar. Yang lain mungkin serius dan mencoba memahami lebih jauh dan lebih dalam. Tetapi -apapun pilihan kita- yang kerap terjadi adalah kita tetap tinggal dalam asumsi yang tidak kita pertanyakan lagi: bahwa beragama itu perlu - bahwa keadaan "tanpa agama" adalah sebuah pilihan pula.

Dawkins saya kira menulis ini dalam best seller nya "God Delusion" - Atheisme adalah sebuah pilihan pula dan adalah pilihan yang valid. Tetapi disisi lain - Atheisme mengandaikan sebuah kesibukan intelektual pula - karena ia mengandaikan kita tahu bahwa sesuatu itu tidak ada. Tetapi siapa boleh memberi kepastian ini tanpa sepotong pun keraguan ? Jika Allah tidak ada karena doa saya tidak terkabul maka semua orang beragama dengan cepat dapat memberi argumen balasan atas nama Allah.

Kiranya yang jadi soal adalah Allah (entah ada atau tidak) berada dalam dimensi yang lain dengan kita. Segenap diskursus tentang Allah bisa dikategorikan sebagai monolog semata. Entah ada atau tidak -tidak bisa dibuktikan dengan eskperimen atau logika (kitab suci jelas out of question karena ia tidak mungkin menegasi keberadaan dirinya sendiri - tanpa Allah kitab suci jelas tidak mungkin). Tidak bisa kita adakan eksperimen (entah dengan laboratorium atau logika) yang hasilnya entah menguatkan atau menegasi Allah. Kira saya semua pembuktian atau negasi selalu mulai dengan kesimpulan (either Allah ada atau tidak) yang sebenarnya mau dibuktikan.

Pilihan yang kerap diambil mungkin adalah agnotisisme yang rada malas. Allah ada atau tidak - entahlah, agnotis tidak merasa bahwa hal ini bisa dibuktikan atau dinegasikan. Lebih sering lagi orang tidak peduli - dalam tingkah polahnya dia menganggap bahwa hidup itu cuma kini dan disini. tetapi hidup yang tidak kini dan disini memang hal yang dibahas agama. Agama A mengatakan hidup setelah kematian adalah pengadilan. Agama B bilang hidup adalah siklik yang tidak ada habisnya kecuali engkau melompat keluar lingkaran.

Klaim A atau B jelas diluar domain pengamatan sehari-hari kita. Maka dalam agama ada hal yang disebut iman dan iman adalah sebuah lompatan tanpa bukti. Kalaupun ada bukti tetap merupakan bagian dari kesimpulan yang sebenarnya mau dibuktikan. Pengandaian terbesar dari segenap lompatan iman ini kiranya adalah bahwa dunia ini lebih luas dari apa yang nampak dimata, lebih jauh dari seupil pengalaman kita sehari-hari.

Entah kita putuskan untuk melompat atau tidak tetap ada kenyataan hidup sehari-hari yang kita perlu sikapi. Dan entah manapun pilihan anda: entah agama A atau B, entah atheis atau agnostik: memilih perdamaian dan kesejahteraan bersama adalah jelas pilihan yang paling waras. Entah ada atau tidak hidup diseberang nanti, hidup yang sekarang ini lebih indah kalau kita jalani dalam kedamaian

KL 02 Sep 2009

Friday, July 17, 2009

soal doa

Mengomentari peristiwa bom di Jakarta hari ini seorang teman menulis: "Mari kita satukan doa biarlah kasih setia Allah Bapa melindungi dan menyelamatkan negeri kita". Ucapan yang baik maksudnya - tetapi tidak urung membuat saya bertanya : apa persisnya fungsi doa itu sesungguhnya ?

Konon ada tiga persepsi keliru tentang doa:
1): "Tuhan tidak campur tangan dalam kejadian di dunia ini."
2): "Semua sudah diatur dan ditakdirkan Tuhan, sehingga berdoa tidak mengubah apapun."
3): "Berdoa dapat mengubah keputusan Tuhan."

Alih-alih, doa adalah ".. ayunan hati, satu pandangan sederhana ke surga, satu seruan syukur dan cinta kasih di tengah percobaan dan di tengah kegembiraan". Mungkin terlalu sederhana jika hal ini kita katakan dihadapan peristiwa bom ini. Seolah kita tidak punya perasaan, dingin dan mati rasa.

Jika memang doa tidak mengubahkan apa-apa (keliru no.2) maka doa yang berisi harapan manusiawi malah bisa membuat kita kecewa pada Tuhan (yang tidak bisa kita perintah/bujuk semau kita - hence keliru no.3). Tetapi disisi lain - tidak berdoa dan tidak berharap pun dibilang keliru (no.1). Alhasil disimpulkan : doa itu macam sebuah gumaman. Entah susah atau senang.

Jika memang demikian - mungkin lebih positif jika doa diganti meditasi. Meditasi diantaranya membuat kita lebih teduh dan tenang. Dan dalam peristiwa macam bom tadi - ketenangan diri jelas positif dalam menyelesaikan masalah. Meditasi boleh disatukan dengan 'gumaman' itu tadi atau 'sekuler' (olah nafas) - kiranya hasilnya akan sama

Apakah Tuhan menjadi marah kalau kita ganti doa dengan meditasi sekular ini ? I doubt it. Aku yakin Dia Maha Bijak untuk menjadi marah dan merajuk



Thursday, July 9, 2009

Salib Seneca

Katanya Seneca pernah berkata : "suffering may hurt, but it is not an evil". Buku yang tengah saya baca menyambung: it is not an evil when, unable to avoid it, we turn it to profit to learn and to change.

Prinsipnya kiranya - suffering bukan untuk dipeluk, digendong, dibawa-bawa, tetapi digunakan sebagai sarana untuk belajar dan berubah. Pada dirinya sendiri suffering tidak ada nilainya. Ia menjadi bernilai jika ia kita pahami apa adanya dan kita jadikan papan tolak untuk melompat lebih tinggi lagi.

Terbersit dibenak saya bagaimana ucapan Yesus soal keharusan pengikutNya untuk meminggul salib dan mengikuti Dia. Lantas dipahami sebagai ajakan memanggul derita. Karena dalam salib Yesus menderita. Dalam terang paragraf diatas pemahaman salib sebagai derita (yang dipanggul dan dibawa-bawa dengan sabar dan setia) kok jadi aneh.

Saya cenderung mengikuti Groenen OFM memahami salib - bahwa salib disana lebih tepat dipahami sebagai kayu palang yang digotong prajurit Roma yang mau perang. Alhasil Yesus mengajak kita untuk mengikuti Dia macam prajurit yang siap tempur. It has nothing to do with carrying our suffering where ever we roam.

Yesus memang memanggul salib, tetapi aku ragu kalau kita
pengikutNya hanya berhenti disana. Tujuan akhir adalah kebangkitan. Bukan salib itu sendiri. Dan derita -pada dirinya sendiri- tidak punya banyak nilai. Ia baru punya nilai kalau ia membuat kita belajar - berubah dan menjadi baru.


Thursday, July 2, 2009

it's only rock 'n roll

Dari yang aku baca - Budhisme adalah soalan melihat segala sesuatu seperti apa adanya. Misal secangkir teh adalah -pada dasarnya- rendaman daun layu. Mungkin terdengar rada sinis bagi mereka penggemar teh - lantaran bagi yang tahu, ada berbagai jenis teh dengan khasiat yang konon bukan main-main. Namun lepas dari itu teh adalah tetap teh, rendaman daun layu.

Mungkin 'sinisme' boleh dipinjam sebentar supaya kita bisa 'lebih netral', lebih 'lepas'.
Ibarat juri yang mestinya netral, kita bisa lebih melihat lebih lengkap, lebih menyeluruh dan akhirnya sampai menemukan 'yang sebenarnya'. Setelah menemukan apa adanya - sang juri bisa memutuskan apa yang harus dibuat terhadap pilihan-pilihan yang tersedia. Mana yang lebih baik, mana yang kurang bagus dan mana yang mesti ditinggalkan.

Sebelum kita bisa 'netral' pada dasarnya kita terikat. Attached. Kita yang terikat menjadi -pada dasarnya- buta. Melihat apa yang tidak ada disana, dan buta terdapat apa yang sesungguhnya didepan mata kita. Dalam bahasa de Mello : kita tertidur (side note: jebul de Mello ini terdengar lebih Buddhis dibanding Katolik. Tidak heran kalau Vatikan gerah sama dia)

Kita yang tertidur menjadi tidak lagi kritis, kita diombang-ambing, dipengaruhi gejolak dunia seputar kita. Kita menelan saja tradisi, kebiasaan, budaya begitu saja. Tidak lalu berarti kita disuruh jadi pemberontak. Tetapi sekadar berani melihat ulang - melihat apa adanya. Tanpa terikat, tanpa tekanan. Lihat dan temukan.

Aku jadi ingat lagu banal kelompok gaek Rolling Stones: It's Only Rock 'n Roll (but I Like It). Jagger yang dower bernyanyi: I know it's only rock 'n roll but I like it. Lirik lagunya cerita soal cinta monyet yang basi. Soal bagaimana memikat gadis idaman. Apakah kalau aku menangis si gadis jadi jatuh hati? Apakah kalau aku ungkapkan rasa dia akan terpikat? Ribet. Tapi disatu bait dengan bijak sipemuda berujar: I bet you think that you're the only woman in town, oh yeah.

Dan persis disana soalnya - dengan berkata demikian sipemuda 'terbangun'. You are not the only girl around. So what gitu loh. Dan ia menjadi bebas untuk main musik. I know it's only rock 'n roll but I like it.

oh yeah I like it




Friday, June 26, 2009

Wacko Jacko Sio-sio

Pagi ini aku dengar Jacko tutup usia. Konon 2 bulan kurang dari genap usia 51 tahun. Di CNN kudengar komentar yang bagus tetang kariernya. Jacko ini nampak dewasa sekali manakala ia meraih sukses luar biasa lewat album Thrilernya, tetapi belakangan ia nampak makin tua makin kekanak-kanakan (apalagi setelah operasi plastik yang over-dosis itu).
Rupa-rupanya puncak itu cuma satu kali. Setelah lewat orang harus berpisah dan dengan rela melangkah kedepan. Come-back adalah pengecualian.
Lihat saja-sebagai misal- karier anggota the Beatles. Setelah Beatles pecah -secara individual- mereka tidak sampai bisa meraih kesuksesan masa lalu mereka bersama. Aquinas tidak selesai menulis bagian ke-3 dari Summa-nya. Kukira Einstein pun meninggal tanpa lengkap merampungkan teori yang ia mulai. Manusia mungkin macam bunga dipadang yang hari ini mekar esok layu dan lusa mati. C'est la vie. Dan dengan rada sinis pengkhotbah menulis: "kemudaan dan hidup adalah sia-sia" (Pkh 11:10)
Mungkin Pengkotbah memang sinis (coba saja hitung kata-kata "sia-sia" dalam kitabnya). Tetapi kurasa ia mau mengajarkan bahwa hidup adalah seni menggenggam sementara dan melepaskan jika waktunya telah tiba. Semua adalah kesementaraan belaka. Masa muda harus dilepaskan, masa tua harus dijelang dan diterima. Kesuksesan dan puncak boleh dinikmati, tetapi tidak bisa digenggam erat seolah itu bisa jadi milik kita yang abadi.
Hidup adalah aliran dan sia-sia jika kita mau berhenti disatu titik. Perhentian dialami saat badan membusuk. Dan hendak berhenti ditengah jalan adalah tindakan pembusukan yang futile dan self-destructive.

reunion

Setelah 24 tahun aku bertemu kembali dengan wajah dan cerita masa SMA - well dengan update disana-sini, tetapi wajah-wajah masih wajah lama. Cuma sudah tentu dengan jejak waktu disana-sini. Kerut-2 dimata, rambut memutih atau menipis. Pendeknya - 24 tahun tidak bisa dibohongi begitu saja.
Tentang teman-2 wanita aku dengar komentar teman-2 laki sbb: mereka berupaya untuk tetap nampak muda. Tetapi sudah tentu waktu bukan hal yang bisa disembunyikan dibalik karpet. Dengan mudah kita temukan guratan masa, coretan tahun-tahun yang silam. Teman-2 wanita kami sudah tentu bertambah usia seperti kami semua.
Sedangkan tentan teman laki-2ku aku mendengar progress mereka sukses dibidang masing-masing. Ada yang jadi CEO, jadi juragan ini dan itu, punya perusahaan sendiri, dsb. Bahkan ada pula yang mengaku punya isteri ke-2.
Aku jadi ingat audio book yang baru aku tamatkan "Why Do Beautiful People Have More Daughters?" Menurut buku ini "We have one goal in life: reproduction. It’s all about sex". Dalam kaitan dengan reuni ku baru-baru ini aku memahami bagaimana laki-laki dan perempuan mensiasati hidup mereka.
Masa puncak perempuan adalah masa mudanya - puncak kesuburan, masa produktif. Secara naluriah perempuan -konon- tidak suka jika ia nampak tua (padahal memang sudah tua) - karena (meminjam thesis buku yang disebut diatas) perempuan yang tua jelas tidak kompetitif lagi. Syukur jika ia telah berhasil membina rumah tangga dan punya keturunan. Jika tidak maka ia adalah kegagalan dari segi reproduksi. Gen-gennya tidak akan diteruskan kemasa depan - dan ia akan punah.
Masa puncak laki-laki justru bukan diusia muda, manakala ia baru mulai meniti jenjang kariernya. Laki-laki justru menjadi matang diusia -katakanlah- 40-an. Pada umumnya diusia ini mereka telah mencapai minimal tengah tangga jenjang karier dan laki-laki (yang selalu relatif potent dalam hal reproduksi) justru makin menarik sebagai potential partner diusia-usia ini.
Dari sisi sini dapat dipahami bahwa reuni SMA bisa jadi arena menyambung kembali cerita lama. Katakan si Dewi yang dulu bunga kelas bertemu kembali dengan di Dudung yang dulu cowok papan bawah. Katakan Dewi ini gagal dalam arena reproduksi (misal: cerai tanpa anak) sementara Dudung sukses buka warung pojok dan punya franchise segala. Jelas Dudung datang pede sementara Dewi tampil ragu. Dan menurut buku diatas Dewi akan menjadi underdog dihadapan Dudung dan jika tidak ada aral melintang Dewi dan Dudung bisa ber De-Dung de-dung ditepi kali dibawah bulan purnama.

Tuesday, June 23, 2009

apakah ini cuma soal intern belaka?

Agama yang saya lumayan kenal (kristianitas) tiba-tiba menjadi rada ganjil dibenak saya. Pertanyaan saya adalah seputar hal bersalah alias dosa. Tanpa konsep dosa kristianitas menjadi tidak mungkin - ibarat sebuah bilangan dibagi dengan nol- sulit dibayangkan. Yang saya pahami kristianitas berengselkan peristiwa Yesus - yang adalah juru selamat. Sudah tentu konsep juru selamat mengandaikan "ketidak-selamat-an". Mengapa pula ada ketidak-selamat-an ? Karena pemberontakan manusia alias dosa.

Manusia yang memberontak ini disebabkan -konon- kehendak bebasnya. Rada ganjil juga memahami ini - karena ibarat manusia itu ceroboh dan memilih yang jelek karena ia bebas, padahal pilihannya jelek.

Anyway- manusia yang tidak bebas tidak mungkin mencintai - karena mencinta dalam paksa atau demi imbalan adalah cinta yang palsu. Maka Allah yang adalah cinta sejati tidak bisa tidak selaian mendesain manusia bebas yang bisa berdosa.

Lha manusia yang berdosa ini tidak selamat dan oleh sebab itu ia perlu diselamatkan. Maka juru selamatpun dijadikan bagian rencana keselamatan. Sejak semula, sejak selama-lamanya.

Kalau logika ini benar maka the whole bussiness of keselamatan bisa dipahami macam soal intern Allah menghadapi desainnya sendiri i.e. manusia yang bebas.

Satu langkah lanjutan dari logika ini adalah : hal keselamatan adalah given. Allah yang tidak bergegas menyelamatkan adalah bukan Allah -karena Deus Est Caritas. Oleh sebab itu tidak perlu terlalu merasa bersalah kalau berdosa - tokh itu bagian dari desain.Lebih bagus mrencanakan untuk menjadi lebih baik -alih-alih menenggelamkan diri pada rasa bersalah ("karena dosaku IA mati"- not necessarily true)

Aku kok merasa logikaku ini tidak sejalan dengan katekismus. Disisi lain kupikir agama yang menekankan pada pasal "rasa bersalah" atau "hutang" kok bikin kerdil juga

Friday, May 29, 2009

resiko cinta

Juan Arias (Allah semacam ini, Nusa Indah) menulis bahwa di Getzmani Gusti Yesus bertobat
Lho ?

Soalnya difinisi bertobat adalah menyerahkan kebebasan

Sejauh saya pahami, memberikan kebebasan adalah harga yang harus dibayar Allah untuk mendapatkan cinta manusia (soalnya robot tidak bisa mencinta) dan dengan rela mengembalikan kebebasan yang diberikan Allah dengan rela manusia melengkapi lingkaran cinta ini

Waktu Allah mencipta manusia lengkap dengan kebebasannya Ia tarik esiko Soalnya manusia bisa seenak perut menggunakan kebebasannya. Dan Allah tidak bisa interfensi tanpa mengingkari keAllahannya (Allah main paksa adalah preman)

Dan demikian menurut hikayat suci manusia meninggalkan taman eden antara lain karena exercising itu kebebasan

Diwaktu Yesus berpeluh darah di Getzmani Dia lengkapi sisi manusia dari lingkaran cinta

Katanya: Kalau emang itu kehendakMu, terjadilah

Dengan bebas saya peluk salib dan sengsara

Demi taat

Disini Dia tarik resiko juga

Resiko berdarah-darah (siapa bilang ikut kehendakNya itu macam naik pesawat kelas executip)
Resiko patah dan lantas menyangkal (Eloi....eloi..hampiiir saja)
Resiko tidak dimengerti (para murid ngabur semua)
Resiko dibilang bodoh (kata Paulus: dimata dunia salib dalah scandalum)

Tapi cinta memang punya sisi tarik resiko
Cinta yang cuma manis namanya narsistik dua-an yang masturbatis
Katakan aku tampan...maka aku akan katakan engkau jelita

...

Tue 2/22/2005 4:24 PM

minumlah dan makanlah

Saya jadi ingat anekdot berikut: Paus didekati perusahaan bir minta supaya doa bapak kami diganti salah satu kata. Berilah kami MINUMan hari ini...

Supaya perusahaan bir ini bisa gunakan Yesus dalam iklan mereka. Setelah ditawar2 dan pada angka kontrak yang fantastik akhirnya Paus tergoda. Dan memanggil kardinal senior seraya bertanya:
Kontrak kita dengan pabrik roti itu habis tahun berapa ya ?
(dalam bahasa asing : berilah kami our daily bread...)

 
Hosti memang tidak/belum diganti singkong, jagung atau sagu. Tapi hosti bukan lagi roti beneran macam baguette. Dan anggur lebih sering tidak dibagi-bagi (meski kalimatnya tetap; minumlah darahKu

Manakah yg mutlak adikodrati ? mana yang bukan ? Masing2 agama/gereja kiranya bergulat dengan pertanyaan ini to some extent Gereja reformasi tidak pusing lagi dengan pendeta awewe. Malah salah setau gereja sudah terima klerus gay. Sementara Katolik masih keukeh dengan imam lalaki. Tapi misa bukan lagi bahasa latin yang ora ngerti tegese. (hence orang Jawa mendaras rosario pada Dewi Maria saat imam cas..cis...cus bahasa Latin)

Kiranya proses ini (yang kiranya dimulai Paulus dengan menganulir keharusan memotong secuil kulit alias sunat) akan terus berlanjut. 
Sebab agama yang membeku terikat pada masa lalu menjadi berhala

 

Kapan kita biarkan Allah menjadi Allah?


Ia kita manipulasi dengan mencari rapalan doa yang pas
Dengan komposisi persembahan yang akurat
Lewat tindak laku nan halal 

Tidakkah Ia boleh tetap menjadi diriNya sendiri?
Allah sebagai rahasia
Yang tidak kita tahu batasnya2
Tidak pula 100% kita pahami arahnya

Namun hidup berlandas macam ini tidak kita kehendaki
Allah kita kehendaki jadi jawaban
Atas pertanyaan-2 kita
Entah besar maupun kecil
Ia kita jadikan penyumbat lubang
Boleh renik atau raksasa

Allah sebagai keheningan tidak kita terima
Ia kita minta jadi jaminan
Akan ketidakpastian
Kita jadikan pengusir burung
Burung2 kekuatiran
Kita buat hantu sawah
Penghalau marabahaya

Ia kita rayu dengan sesajen
Ia kita hampiri dengan gula-gula
Ia berhala kita
Semacam jin dalam botol yang kita perintah

Tidak bisakah kita menyerah
Dan melepakan pijakan palsu berhala yang kita puja sebagai Allah?
Eloi Eloi Lama Sabakhtani
Allahku Allahku
Mengapa engkau meninggalkan aku

Allah yang mana yang kita seru?
Allah adalah rahasia
Bukan berhala ciptaan kita

Wed 11/16/2005 1:10 PM

Pastur F dari paroki St Kl

Pastur F dari paroki St Kl mengatakan: 
Umat paroki saya bebas saja mau kegereja mana mau di P atau di D
Tapi kalau ada kematian...saya tidak akan layani
Masak waktu senang ke paroki lain
Pas susah ketempat saya
Saya akan bilang ...saya tidak kenal domba yang itu

Pastur F mestinya tahu membaca Injil tentang Bapak sianak durhaka
Bapak yang tidak tahu malu menunggu anaknya yang durhaka setiap sore
Dilihat orang banyak – dijadikan bahan gunjingan
Pasur F juga seharusnya pernah mendengar bahwa Rabuni Yesus datang untuk melayani
Untuk orang berdosa dan bukan orang saleh

Lalu bagaimana pastur F ini mendamaikan injil yang murah hati dengan aturan parokinya ?
Bagaimana pastur F mencegah Bapak disurga menerbitkan matahari untuk si saleh dan si lalim
Apa yang pastur F katakan jika siempunya kebun melarang membabat ilalang
Bilang apa ia mendengar gembala baik meninggalkan 99 dan mencari yang 1 ?

Saya tidak berminat lagi obrol dengan dia
Dan sembari beranjak saya bersukur bahwa saya tidak kegereja karena pastur
Saya bahkan berdoa pada Yesus tidak karena katulik
Agama cuma kendaraan
Bukan berhala
Keselamatan bukan soal gereja
Tapi soal iman dan berbuat baik


Mon 2/28/2005 4:22 PM
PS: pastur F tidak sendirian salam soal ini. Tanyakan saja pada sebarang pastur
Dan jawabnya sama. Mereka seolah lupa bahwa Yesus tidak bisa dikurung di paroki
Dan bahwa mereka bukan semacam dukun yang dimintai tulung memanggil arwah

Puisi Malin Kundang

Jadi, alhasil cintamu cuma pamrih saja ?
ternyata ada udang dibalik ini semua ?
Aku tidak bisa lagi berubah ibu ?
Kamu terlanjur mengutuk aku
tidak adakah maaf dihatimu ?
amuk saja tanpa rasa sendu?
ahh aku cuma batu
cinta ibu itu
sungguh2 atau advance kredit melulu

Wed 8/14/2002 4:04 PM

kenapa Zizu?

Habis dia mengejek mak dan adik perempuan saya
Kalau begitu zizu kita dengar sepotong cerita ini
Si Polan yang lugu suatu hari jalan2 kepasar baru
Lantas dia belanja ditoko cina
Selesai belanja si cina bilang “kamsia”
Pindah ketoko sebelah dan peristiwa itu terulang lagi “kamsia”
Si Polan pulang naik becak dan tanya sama si abang becak
Kamsia itu artinya apa na ?
Si abang becak punya bakat becanda dan bilang kamsia itu artinya sialan
Lantas saja si Polan meradang dan balik ke pasar baru
Itu barang2 dibanting didepan segenap toko2 cino sambil tereak2
Babe Loe, Nyak Loe, mBah eloe…semuanya…KAMSIAAAAAA
 
Zizu, makian itu punya arti berbeda  
Buat kamu atau si Materazzi itu
Buat dia mungkin hal biasa, buat kamu juga beda
Bagaimana suasana hati mu saat itu ? Juga bagaimana suasana hati dia ?

Kata dancuk kon di surabaya diucapkan 10x sehari dan tidak perlu orang tersinggung
Katanya itu akrab suroboyonan
Tapi buat yang tidak tahu konteksnya itu jelas penghinaan pangkat tiga

Entah apa pula yang diumpatkan si Italiano ini
Tapi tandukan banteng gaya mu itu jelas repot dipertanggung-jawabkan
Kata orang Jawa: Lha wong me’ di oyok gunem
Ya gunem balik jawabnya

Kenapa Zizu ?
Tidak bisakah kau berlari menjauh
Kau bilang : kalau saya diamkan sama saja membenarkan omongan si Italiano ini
Lho Zizu, kau kan tahu umpatannya tidak ada benarnya ?
Bahwa dia asal bunyi (atau malah sengaja supaya kamu marah)
Kata orang bijak : sing waras ngalah
Yang punya akal sehat menghindari pertengkaran

Konon sang Budha pernah diriwayatkan menolak membuka amplop sebuah surat
Karena ia tahu surat itu berisi makian2 belaka
Dan hatinya tetap tentram

kenapa Zizu
kenapa ?

Mon 7/17/2006 3:52 PM

nisbi

Setiap kali ada berita duka – RIP-  kita diingatkan betapa nisbinya manusia
Siapakah kita yang hendak berdalih dan berperkara dihadapan alam semesta
(jangan lagi dengan khaliknya)

Kita hanya terbuat dari abu yang dihembusi ruahNya
Ruah yang suatu saat meninggalkan seonggok abu
Sejumput molekul benda mati yang hilang ditiup angin

Hari-hari manusia lalu bak angin
Kita cuma bayangan – yang lenyap manakala sang surya beranjak keperaduan
Setelah itu gelap
dan dalam gelap segenap argumen, atribut, gelar, sakit, harta
menjadi bisu dan nir arti

Kematian nyaris tidak bisa dimengerti ditengah indahnya pagi hari
Dipadang bunga yang sepoi-sepoi kelamnya kematian tidak bisa diperdamaikan
Apatah hidup yang hangat dan menggairahkan hanya akan berujungkan kematian
Debu dan kehampaan

Mungkin kita masih dikenang oleh sejumput teman, kenalan dan keluarga
Tapi saat mereka satu satu beranjak keliang lahat mereka
Kenangan akan kita pun sirna dan semesta tidak pernah ingat lagi
Bahwa kita pernah menorehkan jejak dipasir jagad ini

Namun dalam iman kita percaya bahwa hidup tidak dimusnahkan
Namun diubahkan
Dirumah BapaKu ada banyak tempat
Dan bahkan sesungguhnya hidup adalah sebuah kontinum
Hidup diubah menjadi kekal

Berbahagialah kita semua
Yang mati bersama Kristus dan kelak bangkit bersama Dia

Dedicated to Monica’s grand ma
RIP
Tue 4/26/2005 9:52 AM