Saturday, November 7, 2009

satu lilin saja

ini masih cerita terusan tentang rencana natalan sebuah komunitas. Seorang pengamat menjadi jerih lantaran posisi dana masih jauh dari target. Padahal sisa waktu sudah dibawah jumlah jari dua tangan. Bagaimana mungkin. Tetapi sang pengamat ini segera teringat bagaimana dizaman perjanjian lama ALLAH memihak umatnya dihadapan segenap musuh mereka. Jadi mengapa harus ragu jika dijaman modern ini IA tidak tergerak membantu jemaat membeli kertas kadoNYA sendiri ?

Saya yang asing dengan segenap hiruk pikuk ini menjadi terheran-heran lebih lagi. Jadi siapakah ALLAH ini ? Apakah semacam ATM yang -jika kita tahu passwordnya akan serta merta memuntahkan uang tunai sekehendak hati kita ? Jika memang demikian adanya maka ALLAH sungguh tidak lagi independen. Ia tidak kurang dari jin dalam botol yang patuh pada sang majikan pemilik botol - siapapun dia, apapun permintaannya.

Sudah tentu kita ingat ada pepatah klasik : terjadilah kehendakMU dan bukan kehendakKU - dalam kasus panitia tempatan kita kali ini kita boleh sekejap bertanya: siapa sebenarnya yang punya kehendak disini ? Saya kira panitia tidak segan untuk mengklaim bahwa apa yang mereka putuskan adalah kehendakNYA - lha sudah didoakan kok. Bagaimana tidak : kita mau merayakan kelahiran Anak TunggalNYA dengan meriah semampu kita - masak ini hal yang jelek? Dan lihatlah bahwa IA akan turun tangan membantu kami - karena bukankah yang mengetuk bagiNYA pintu dibukakan ?

Saya tidak hendak mengatakan bahwa ALLAH akan membantu atau tidak - tetapi jika sebentar kita menengok Kitab Suci- MRK dan YOH sama sekali tidak memandang Natal sebagai hal yang penting untuk dimuat dalam Injil mereka. Paulus dan Petrus tidak ambil pusing dengan hal ini dan saya kira jemaah perdana hingga ratusan tahun melewatkan tanggal 25-12 tanpa rasa salah.

Natal bukan jelek jika hendak dirayakan, tetapi mungkin pertanyaannya : dirayakan seperti bagaimana ? Jika Natal dirayakan macam 'tukang dagang' merayakannya maka yang terjadi adalah pesta bru-ha-ha extravaganza yang meriah tetapi mungkin hampa.

Kalau saya ditanya bagaimana hendak merayakan Natal ? Mungkin saya jawab begini : alangkah baiknya jika natal dirayakan dengan menyalakan lilin simbolik. Lilin simbolik teh naon? Dunia ini masih perlu lilin disana-sini, ditengah kemiskinan, korupsi, buta huruf dan putus asa. Menyalakan lilin artinya berbuat sesuatu -meski kecil dan mungkin sporadis- sebagai pernyataan bahwa harapan itu masih ada dan sungguh nyata. Bahwa kegelapan bukanlah kata final.

Apa boleh dibuat ? apa saja - mengirim buku, mengirim obat batuk, uang sekolah - apa saja. Sebatang lilin kan bisa macam-macam. Lantas kita sama-sama nyalakan - dipojok sana, sini dan dimana saja kita berada. Niscaya kegelapan akan pecah dan cahaya harapan akan muncul diufuk sana

bring on the candle

No comments:

Post a Comment