Thursday, April 1, 2010

P.U.S.H

PUSH disini adalah kependekan dari Pray Until Something Happen. Singkatan yang cukup cerdik - tetapi apa doa itu macam unjuk rasa mogok makan sampai petisi kita dikabulkan? Bagi saya PUSH ini rada ganjil lantaran Allah diminta untuk mempertimbangkan kembali apa yang Dia sudah putuskan. Mari kita beri contoh kasus: katakan seseorang berdoa minta kesembuhan. Jika Allah tidak menghendaki ia sakit maka ia tidak akan sakit, bahwa ia sakit sudah tentu dalam sepengetahuan Allah (bandingkan kisah Ayub dalam perjanjian lama). Petisi untuk disembuhkan mengandaikan kita (a) tidak tahan menderita (b) tidak sepakat dengan apa yang sudah terjadi i.e. diketahui (dan diizinkan to some extent) Allah. Allah yang maha mengetahui. Rada problematik.

IMHO kalaupun PUSH hendak dijalankan maka yang perlu disadari adalah yang terutama diharapkan untuk 'happen' adalah perubahan diri sendiri. Contohnya Yesus di Getsemani berdoa semalaman. Dia minta diluputkan -kalau boleh. Hal 'kalau boleh' ini mungkin luput ditangkap nuansa dalam konsep PUSH ini.

Akhirnya the future is not ours to see. Yang empunya panggung bukan kita. Bukan kita yang membagi kartu - apa yang sudah ditangan mari kita mainkan sebaik-baiknya. Kalau boleh tukar kartu, tetapi alih-alih berpeluh dan mati-raga meminta ini mengapa tidak belajar seperti Yesus: bukan kehendakKU. KehendakMU jadilah.

Maka PUSH tadi sebenarnya lebih mirip sebuah perjalan bathin menemukan diri sendiri ditengah dunia yang tidak selalu sesuai dengan apa yang kita mau. Menghadapi dunia macam ini kita perlu belajar mengerti dan menerima.

Lalu apakah perlu berdoa kalau akhirnya tidak meminta? Jika doa diidentikan dengan minta maka Allah terancam dipandang tidak becus membagi berkat. Masak saya diberi 1 talenta ? Padahal 1 talenta lebih bagus dari kosong melompong. Dan ini jelas perlakuan tidak adil pada Allah. Kita lewatkan begitu saja semua berkat dan ingin yang tidak kita punya

Kembali -dari sisi sini- kira saya doa mestinya lebih dipandang macam penyadaran diri akan segenap anugerah, melihat lebih dalam lagi siapa kita dan siapa Dia. Dalam konteks ini doa yang cuma minta bisa terasa amat dangkal dan kurang sopan. Bagaimana kita berhak meminta jika yang sudah diberikan tidak dihargai - dan berapa kita mau hargai segunung berkatyang kita sudah terima ini? Mungkin tidak selesai kita hitung - kok mau minta lagi ?

1 comment:

  1. salam kenal mas, saya dapet blog anda dari comment mas di blog ufuk press, senang bertemu dengan sesama pembaca sedona , barangkali bisa bertukar pikiran , mungkin ada perkumpulan milisnya kah mas ?

    ReplyDelete