Thursday, June 3, 2010

too much ego, too much narcissism

Ada teguran Andre Comte-Sponville yang mungkin perlu disimak kaum beragama. Kok kaum beragama ? demikianlah Comte-Sponville ini adalah seorang atheis, Dia bilang doa orang beragama itu kerap "...too much ego, too much narcissism..."

Mungkin dia ada benarnya juga. Kerap doa adalah litani permintaan - minta sana, minta sini, panjang lebar, komprehensif. Sebuah monolog yang entah mekanistis (rapalan doa hafalan yang sudah diulang-ulang ribuan kali), atau kalaupun spontan tokh mengikuti pola tertentu (apalagi kalau dideklarasikan didepan publik dalam persekutuan doa). In any case, pusat monolog kita adalah kerap kali : diriku, keselamatanku, kesehatanku, aku, keluargaku, anak-ku, isteri-ku, ku ku ku ...narsis ? mungkin tidak sengaja (tapi narsis kan? ah tidak...tapi memang narsis ya ?....)

Demikianlah: pusat semesta adalah diri kita. Maka kita berdoa untuk diri kita. Bukan hanya berdoa - persisnya meminta. Tidak ada yang lebih dekat dengan hati kita daripada diri kita sendiri. Normal bukan ? Siapa yang mau celaka ? Siapa yang mau kena malapetaka? Sudah tentu tidak ada. Tetapi apakah ini soal celaka dan malapetaka ?

Kiranya kritik Comte-Sponville lebih kearah sikap hati kita. Kita ulang kritiknya : doa orang beragama itu kerap "...too much ego, too much narcissism..." Dengan kata lain - kita mungkin luput dari esensi utama doa itu sendiri.

Apa itu esensi doa ? Mari mengutip lagi, kali ini dari Ghandi:  “Prayer is not asking. It is a longing of the soul. It is daily admission of one's weakness. It is better in prayer to have a heart without words than words without a heart.” Menurut Ghandi doa adalah kerinduan. Arahnya bukan pada diriku tetapi pada Dia. Bukan soal kata-kata (polusi kata-kata), tetapi soal hati.

Bicara soal hati - mungkin bisa dibayangkan sekejap bagaimana -dipuncak asmara- dua sejoli sudah puas berjalan berdua bergandeng tangan ditengah hujan rintik-rintik...dua hati berpaut dalam diam. Kata-kata tidak diperlukan lagi, apalagi deklamasi meriah.

Mungkin bisa dicoba, lain kali berdoa tidak karena kebiasaan, atau suruhan. Tetapi karena dorongan hati. Dan hening saja dalam doamu. Tidak perlu lagi kata-kata. Hadir saja. Resapi dan alami kehadiran mu itu. Disini dan kini

No comments:

Post a Comment