Friday, February 12, 2010

the lunacy of confirmation bias

Judul diatas saya pinjam dari buku G Marcus berjudul Kluge (buku yang cakep dan mengasikan). Konon terjemahan bebasnya adalah : kita yakin kita ini selalu benar atau paling sedikit tidak salah. Buruk muka cermin dibelah, begitulah kurang lebih. Hal ini dikatakan Marcus sebuah ke-edanan karena dunia bukan selalu seperti yang kita sangka dan intrumen yang kita miliki kerap tidak cukup untuk membuat kita terbang lurus. Demi menjaga keyakinan bahwa diri kita ini benar kita menutup mata dan akibatnya mungkin saja fatal.
Ilustrasi yang bagus tentang hal ini saya temukan dalam buku M Gladwell  (yang tidak kalah ganteng dan asoy-nya). Gladwell cerita bagaimana Kennedy yang terbang malam hari tidak sadar bahwa pesawat yang ia kendalikan sedang terbang memuntir menukik menuju laut dan kematian. Kennedy merasa bahwa ia sedang terbang horisontal menuju tujuan. Ia benar dan kenyataan itu soal lain.
Kita ini apa hidup didunia nyata atau awang-awang khayal ciptaan imajinasi ? Mungkin kita tidak pernah tahu. Mengapa ? karena kita bukan pengindra yang obyektif. Satu menit itu lama kalau kita terbakar api, tetapi sekejap kalau sedang jumpa kekasih. Satu menit tetap 60 detik, tetapi 60 detik tidak berarti apa-apa tanpa konteks. Dan kita adalah makhluk yang selalu memerlukan konteks. Tanpa konteks kita gelisah. 
Tetapi apa sebenarnya yang dimaksud konteks ? Bisa apa saja - namun kerap kali kita meminjam konteks dari orang lain, dari komunitas, dari agama. Akal sehat mungkin bicara mungkin tidak - tetapi jarang kita berani mencipta konteks sendiri (kita terancam dibilang gila).
In any case, sekali kita anut konteks itu kita 'jatuh' pada ke-edan-an yang disebut Marcus tadi: bahwa konteks kita itu selalu benar, atau paling sedikit tidak salah. Tanpa identitas ini kita nyaris tidak kuasa untuk hidup tenang, ibarat tidak punya tempat berpijak.
Omong-omong apa yang salah dari kelekatan pada 'identitas' ini? Tidak banyak, mungkin satu saja: kurasa ke-edan-an muncul kalau kita lupa bahwa 'konteks' yang kita anut tadi adalah juga sekadar konteks belaka - sesekali perlu diuji dan diukur kebenarannya dengan obyektif - dimurnikan dan ditala ulang. 
Tanpa itu kita seperti Kennedy yang terbang menukik tanpa sadar. Seperti bermain gitar sumbang. Seperti edan.

Thursday, February 11, 2010

Let It Be… Naked

Menurut blog ini the Beatles menciptakan hit "Let it be" dengan inspirasi dari Injil Luk. Sementara link lain bercerita bahwa Mother Mary dalam bait lagu itu sama sekali tidak mengacu pada Bunda Maria dalam gereja Katolik, melainkan ibunda Paul McCartney sang pencipta lagu. Demikianlah - kita melihat apa yang kita ingin lihat - forget about the 'truth'.

Lihat batang pohon disebelah ini - sebagian orang melihat 'Bunda Maria' disana - sehingga mereka memandang benda ini sebagai sesuatu yang istimewa. What about the 'truth' ? jawabnya : “It’s doing no harm and it’s bringing people together from young and old to black and white, Protestant and Catholic, to say a few prayers, so what’s wrong with that? There’s enough violence and intolerance going on in the world,”

Konon evolusi membuat kita cenderung melihat apa yang ingin kita lihat - lebih baik kadang salah lihat tetapi selamat - misal- seonggok batu mirip macan membuat leluhur kita lari terbirit-birit. Ia selamat, tentu saja - lha wong cuma batu - karena ia lari, meski salah lihat. Tetapi kalau ternyata ia benar dan itu macan, maka ia gagal mewariskan gennya dan keturunannya tidak mewarisi bumi.
Yang mewarisi bumi ini adalah orang-orang yang punya kecenderungan salah lihat (asal selamat). Dan kecenderungan ini inherent dalam otak kita. Kalau dikaitkan dengan agama (dimana orang tidak terlalu di encourage untuk bertanya, tetapi untuk mengimani dan mengamini - banyak tanya mah pamali) kecenderungan ini bisa-bisa kebabablasan. Lagi pula fokus agama adalah yang tidak nampak - jelas-2 bukan hal yang mudah dan gamblang.

Menyambung cerita diatas pastor setempat berkata “While we do not wish in any way to detract from devotion to Our Lady, we would also wish to avoid anything which might lead to superstition,” Tetapi bisa terjadi klenik menurut kita adalah agama bagi orang lain. Coba simak cerita tentang Cargo Cult. Di kawasan lautan pasifik dijumpai kepercayaan orang-orang asli bahwa mereka bisa mendapatkan "..the material wealth (the "cargo") of the advanced culture through magic and religious rituals and practices, believing that the wealth was intended for them by their deities and ancestors. ...". Mereka melihat orang-orang bule menikmati benda-benda modern dan lantas mereka percaya bahwa lewat ritus religius mereka bisa mendapatkan hal yang sama. Lalu mereka membuat landasan pesawat, membuat tower dari bambu, membuat tiruan pesawat supaya para dewa mengirim 'cargo' seperti yang diterima orang-orang bule ini. Tahayul ? mungkin demikian kata kita, tetapi mereka sungguh beriman pada agama mereka. Jangan-jangan agamaku juga tahayul (atau pernah merupakan tahayul) bagi orang lain

Who knows ? Kita mungkin tidak pernah bisa melihat segala sesuatu seperti apa adanya, Naked. Maklumlah survival kita -konon- dipengaruhi kemampuan kita melihat apa yang kita ingin lihat.



Tuesday, February 2, 2010

tiger in the rain

kita simak sekejap larik tembang Michael Franks

Tiger In The Rain :
Most of the time
He's the lord of the jungle
Everyone grins while he gripes
Usually he's found just
Lounging around in his stripes

His tiger lady's
A superfine feline
Just what his highness deserves
A sweet purring pussycat
Proud of her pussycat curves

He's a tiger in the rain
It's the thunder and lightnin'
He can't explain
A tiger in the rain
Who's frightened

Caught in the storm he came
Searching for shelter
Right up to me and my spouse
Both stroked his chin and
Invited him into the house

He's a tiger in the rain
It's the thunder and lightnin'
He can't explain
A tiger in the rain
Who's frightened

He's a tiger in the rain
It's the thunder and lightnin'
He can't explain
A tiger in the rain
Who's frightened 


Tentu saja kita bicara tentang Tiger Woods. Menurut BBC Woods disarankan untuk pindah agama. Kenapa pindah ? karena agama yang ia konon anut tidak menawarkan fasilitas yang dimiliki agama lain. Kata orang : 
"I don't think that faith offers the kind of forgiveness and redemption that is offered by the Christian faith."

Rasa bersalah -seperti yang dialami Woods- konon adalah hal yang demikian mendasar. Ada yang menerangkan ini sebagai warisan kisah di taman eden (mitos?). Apapun asalnya dari segi pandang Darwinian, rasa bersalah tentu ada gunanya sedemikian sehingga ia diwariskan (genetik? atau kultural?). Rasa bersalah membuat orang menavigasi diri kearah yang -well- positif. 

Yang terlalu gemuk mungkin punya rasa bersalah kalau makan terlalu banyak, yang ingin berhenti merokok mungkin dicekam tekanan kalau curi2 merokok. In any case, rasa bersalah bisa digunakan sebagai mekanisme koreksi.

Dari sisi lain, rasa bersalah mengandaikan keinginan untuk berdamai atau didamaikan atau dimaafkan. Siapa yang bisa memberi maaf? siapa yang mau berdamai kembali? Yang ini rada rumit, karena manusia mungkin sulit memberi maaf, mungkin karena kelewat benci, simply tidak mungkin (misal : pihak terkait keburu meninggal dunia) atau hampir tidak mungkin (misal:  anak2 kecil yang rusak masa depannya). Sorry doesn't make it anymore.

Hal ini lah yang didaku dalam statemen diatas (the kind of forgiveness and redemption that is offered by the Christian faith). Disini tidak hendak diiklankan isi iman kristen tetapi inheren dalam teologi kristen adalah konsep dosa. Tanpa konsep ini tentu teologi kristen tidak 'valid' lagi. Agama yang konon sekarang diimani Woods tidak kenal konsep dosa, maka Woods tidak perlu dihantui rasa itu, alih-alih ia perlu sadar bahwa yang ia kerjakan (skandal) adalah hal yang jelek dan tidak lain dari menambahkan lapisan penderitaan.

Woods konon sedang mencari bantuan dalam kasus kecanduannya ini. Ia tidak nampak lagi seperkasa dulu. Ia mirip kucing yang kecemplung got.

He's a tiger in the rain
It's the thunder and lightnin'
He can't explain
A tiger in the rain
Who's frightened