Saturday, November 21, 2009

dreaming of a white Christmas

I'm dreaming of a white Christmas
Just like the ones I used to know
Where the treetops glisten,
and children listen
To hear sleigh bells in the snow 


Setelah rada gede kita suka bertanya sambil tertawa - kok di Indonesia pohon natal kita dipasangi salju ? kan kita hidup dinegara tropis ? For that matter mengapa pula memasang pohon cemara dan bukan pohon pisang miisalnya ? Tetapi apa boleh buat, Natal yang tercetak dibenak saya adalah natal dengan pohon terang dan jingle bells. Imprinted kalau pinjam bahasa londo, sablon kalau kata caladi 59. Sablon umumnya diterakan di kaos polos - dan sekali tercetak sulit dihapus. Dan demikianlah pula natal saya. Natal yang putih dan ber-jingle-jingle.

Tidak ada yang salah dengan hal ini. Hanya saja - setelah sadar bahwa kaos kita bersablon, kita bisa bertanya : apa sih yang tertempel disana ? apa motif sablonan itu ? Mungkin kita tidak terlalu suka, tetapi karena sudah terbiasa, ya akan merasa kehilangan kalau sablon-an dihapus atau diganti. Dengan kata lain : kita sadar bahwa sablon itu ada, ditempel dan kita bebas menentukan sikap.

Menjadi sadar adalah hal yang penting - kalau kita mau menjadi otonom, bukan sekadar robot yang dikendalikan pihak luar. Natal (agama) yang tidak disadari juga merupakan pelecehan pada Ia yang hendak dipuja dalam agama. Apa makna sebuah relasi kalau yang satu berjalan sambil tertidur ? Saya bukan teolog, tetapi Tuhan -kira saya- ingin agar manusia sadar ber-relasi dengan Dia. Bukan cuma ikut-ikutan, apalagi sembari ditakut-takuti segala.

Maka saya sambut natal kali ini dengan kenangan akan pohon terang dan jingle-jingle. Saya maklumi bahwa kenangan ini telah tersamblon dibenak. Sebuah kenangan manis - akan kehangatan natal. Semoga kehangatan ini bisa saya bagikan juga pada mereka yang dekat dengan saya.

Friday, November 20, 2009

Dalam lautan bisa diduga, dalam Thierry siapa tahu?

Dizaman modern ini kejujuran ditentukan oleh wasit. Thierry Henry yang sempat jadi ikon kesebelasan kondang dari London, Arsenal jelas-jelas main tangan dalam partai "hidup-mati" play off kualifikasi piala dunia antara Perancis dan Irlandia Utara. Aksi main tangan ini mengantar Perancis menyamakan kedudukan dan mereka menyingkirkan Irlandia Utara. No luck for the Irish, but Thierry Henry is the greatest cheater menurut majalah times


Henry konon mengaku dia main tangan - tetapi kalau wasit tidak menyatakan itu salah (lantaran tidak melihat atau alasan lain) maka kecurangan itu menjadi sah. Lepas apapun konsekuensinya (kesebelasan lain tersingkir,  etc). Peristiwa curang kita lihat juga saat orang perancis lain bernama Ngog pura-pura diganjal dan membuat kesebelasannya berhasil dihadiahi penalti. Seorang blogger menulis bahwa hal seperti ini konon lumrah dalam sport


Wasit dan pemain memang manusia dan sepakbola yang menjanjikan hadiah, uang dan ketenaran tidak pelak adalah godaan (bagi siapa saja) untuk meraih kemenangan, at all cost. Tujuan menghalalkan cara. Memang tidak semua. Robbie Fowler pernah memprotes wasit justru karena memberinya hadiah penalti. Fowler bilang dia tidak dicurangi, tetapi wasit berkeras pada keputusannya. Penalti disepak dan goal. Apa boleh buat

Demikianlah human is human - kalau anda menemukan dompet berisi uang ribuan dolar apakah anda akan iklankan : ditemukan dompet pemilik silakan ambil ? atau anda tinggalkan dompet itu tergeletak begitu saja ? atau anda ambil dan gunakan 90% untuk amal ? pilihan yang sulit kalau tidak ada yang melihat kejadian ini.

Sudah tentu tidak ada komunitas yang bisa bertahan tanpa kejujuran. Bagaimana kalau pesawat terbang tidak taat jadwal ? kalau orang tidak membayar hutang ? kalau 1 liter bukan 1 liter ? kalau makanan kaleng expired dijual ? Maka bisa dimengerti kalau muncul yang namanya etika, pulisi dan neraka. Supaya manusia didorong untuk tetap jujur sebisa-bisanya

Tetapi disisi lain tidak realistis juga kalau kita berharap semua orang sejujur kita. Kalau anda dijalan raya anda perlu hati-hati terutama karena ada orang yang tidak sehati-hati anda. Selalu ada moron yang mengemudi seenak dengkulnya. Tidak guna memaki atau mengutuk. Kalau cilaka anda juga kena getahnya. Persis demikian dalam kasus Henry versus Irlandia Utara ini.

Keane yang asli dari Irlandia menandaskan dengan bagus bahwa yang salah adalah Irlandia sendiri. Jika mereka membuat selisih goal tak terjembatani (misal 2-0) maka kecurangan Henry menjadi sebuah lelucon yang lebih memalukan lagi.

Konon orang bijak mengatakan bahwa kita perlu lebih takut manusia daripada sama macan. Karena macan jauh lebih jujur dari manusia. Macan lapar menerkam - maka sediakan kandang besi, tetapi manusia? Hati manusia siapa yang tahu ?

Thursday, November 12, 2009

mencintai orang asing

kebetulan membaca majalah time edisi khusus yang membahas soal otak manusia
konon manusia punya kecenderungan mencintai yang mirip dengan dia
konteksnya adalah etnis
jadi kita mencintai yang punya genetika mirip dengan kita
itu manusiawi dan biologis normal

pertanyaan : kecenderungan mencintai spt ini konon dibarengi dengan kecenderungan membenci mereka yang berbeda
yang asing
xenophobia
mungkin ini juga biologis
karena yang berbeda dengan kita punya gen yang tidak sama
hence mereka adalah saingan atas resource yang terbatas

maka, ukuran cinta humanisme adalah
bukan mencintai sesama
tetapi lebih2 mencintai orang asing

mencintai sesama - kita cuma mengikuti naluri biologis yang juga dimiliki makhluk lain
tetapi mencintai orang asing - jelas unik manusia

maka sebuah buku kuna menulis :
ketika aku lapar engkau memberi aku makan
ketika aku orang asing engkau memberi aku tumpangan
persis karena kasih itu -teorinya- justru yang melewati batas naluri

kalau mencintai orang yang baik pada kita - apakah upahmu (kata buku kuna itu lagi)
orang yang tidak mengenal Allah pun berbuat demikian

(aah teoriiiii)

Saturday, November 7, 2009

satu lilin saja

ini masih cerita terusan tentang rencana natalan sebuah komunitas. Seorang pengamat menjadi jerih lantaran posisi dana masih jauh dari target. Padahal sisa waktu sudah dibawah jumlah jari dua tangan. Bagaimana mungkin. Tetapi sang pengamat ini segera teringat bagaimana dizaman perjanjian lama ALLAH memihak umatnya dihadapan segenap musuh mereka. Jadi mengapa harus ragu jika dijaman modern ini IA tidak tergerak membantu jemaat membeli kertas kadoNYA sendiri ?

Saya yang asing dengan segenap hiruk pikuk ini menjadi terheran-heran lebih lagi. Jadi siapakah ALLAH ini ? Apakah semacam ATM yang -jika kita tahu passwordnya akan serta merta memuntahkan uang tunai sekehendak hati kita ? Jika memang demikian adanya maka ALLAH sungguh tidak lagi independen. Ia tidak kurang dari jin dalam botol yang patuh pada sang majikan pemilik botol - siapapun dia, apapun permintaannya.

Sudah tentu kita ingat ada pepatah klasik : terjadilah kehendakMU dan bukan kehendakKU - dalam kasus panitia tempatan kita kali ini kita boleh sekejap bertanya: siapa sebenarnya yang punya kehendak disini ? Saya kira panitia tidak segan untuk mengklaim bahwa apa yang mereka putuskan adalah kehendakNYA - lha sudah didoakan kok. Bagaimana tidak : kita mau merayakan kelahiran Anak TunggalNYA dengan meriah semampu kita - masak ini hal yang jelek? Dan lihatlah bahwa IA akan turun tangan membantu kami - karena bukankah yang mengetuk bagiNYA pintu dibukakan ?

Saya tidak hendak mengatakan bahwa ALLAH akan membantu atau tidak - tetapi jika sebentar kita menengok Kitab Suci- MRK dan YOH sama sekali tidak memandang Natal sebagai hal yang penting untuk dimuat dalam Injil mereka. Paulus dan Petrus tidak ambil pusing dengan hal ini dan saya kira jemaah perdana hingga ratusan tahun melewatkan tanggal 25-12 tanpa rasa salah.

Natal bukan jelek jika hendak dirayakan, tetapi mungkin pertanyaannya : dirayakan seperti bagaimana ? Jika Natal dirayakan macam 'tukang dagang' merayakannya maka yang terjadi adalah pesta bru-ha-ha extravaganza yang meriah tetapi mungkin hampa.

Kalau saya ditanya bagaimana hendak merayakan Natal ? Mungkin saya jawab begini : alangkah baiknya jika natal dirayakan dengan menyalakan lilin simbolik. Lilin simbolik teh naon? Dunia ini masih perlu lilin disana-sini, ditengah kemiskinan, korupsi, buta huruf dan putus asa. Menyalakan lilin artinya berbuat sesuatu -meski kecil dan mungkin sporadis- sebagai pernyataan bahwa harapan itu masih ada dan sungguh nyata. Bahwa kegelapan bukanlah kata final.

Apa boleh dibuat ? apa saja - mengirim buku, mengirim obat batuk, uang sekolah - apa saja. Sebatang lilin kan bisa macam-macam. Lantas kita sama-sama nyalakan - dipojok sana, sini dan dimana saja kita berada. Niscaya kegelapan akan pecah dan cahaya harapan akan muncul diufuk sana

bring on the candle

Thursday, November 5, 2009

heboh natal

Untuk natalan kali ini sebuah panitia tempatan menargetkan menghadlirkan pendeta kondang berambut rapi jali dan penyanyi hitam manis dari wilayah timur. Dana yang diperlukan berlipat-lipat dan panitia terengah pontang-panting mencari dana. Boleh ditanya - siapa suruh ? Natalan heboh mungkin bagus tetapi kok bagiku itu ibarat membungkus hadiah murahan dengan kertas emas. Untuk apa ? whom are we kidding ?

Mungkin kristianitas telah ber-evolusi menjadi agama perayaan - dimana ketaatan beragama diukur dengan meriahnya lagu dan tarian, dengan khotbah yang meledak-ledak dan parade artis-artis. Bagiku kristianitas macam begini adalah sebuah kehampaan yang sia-sia. Jika ini sungguh yang dicari maka mari kita menjadi event organizer semua. Yang pandai merancang acara extravaganza dan hura-hura.

Mungkin setiap zaman punya marker yang berbeda. Kristianitas abad awal ditandai dengan martir dan pengorbanan, dengan pengkhotbah keliling dan pertobatan. Setelah menjadi agama negara kristianitas menjadi kekuatan politik yang haus kekuasaan dan atribut. Abad pertengahan kristianitas (di barat) sibuk berkelahi satu sama lain dan skisma (dibarat) meliberalisasi interprestasi. Abad mutakhir ini kristen macam apa yang tampil dipanggung dunia? Apakah karitas ala Teresa Kalkuta atau gereja pentas 'bru-ha-ha' ala amerika? Apakah kristianitas masih punya semangat hidup yang menarik manusia ? atau sekadar relik masa lalu yang kehilangan daya hidupnya ?

well, pertanyaan macam ini seperti 'jauh dari panggang dari api' - karena panitias bergegas-2 merencanakan perayaan yang super meriah. Untuk apa ? Oh tidak ada yang punya waktu untuk bertanya - lagi pula mereka sudah terbiasa untuk tidak bertanya-tanya. Natal itu artinya perayaan bukan ? semakin meriah tentu semakian menyenangkan Allah ! Iya kah ?

As if we do really know what He/She thinks

Sapere aude