Tuesday, April 14, 2009

I always felt we tried to take it a bridge too far

Film "A Bridge Too Far" mengisahkan satu episode kegagalan misi ambisius pasukan sekutu menembus pertahanan pasukan Jerman dengan cara menguasai jembatan-jembatan strategis diwilayah Belanda. Ada berbagai sebab kegagalan misi ini, dan boleh dibilang sesungguhnya pasukan sekutu telah 90% berhasil menjalankan siasatnya. Namun 10% yang tersisa tetap berarti kegagalan. Dan kita dengar kalimat itu: "I always felt we tried to take it a bridge too far"

Malam tadi Liverpool disingkirkan saingan birunya untuk kedua kalinya dalam dua tahun berturut-turut. Laga klasik yang heroik ditampilkan Sang Merah. Setelah sempat unggul Kop harus menelan kekalahan. Malam tadi, Stamford bridge is a bridge too far bagi Liverpool.

Yang mungkin bisa dicatat bahwa pasukan Benitez datang untuk berkelahi habis-habisan. Ketinggalan 1-3 agregat setelah kalah di Anfield tidak membuat Sang Merah menyerah. Liverpool seolah meyakini bahwa bagi mereka yang ada cuma kerja keras 100% dan tidak boleh kurang dari itu.

Mungkin begitu pula hidup harus dijalani. Masa depan tidak selalu bisa kita kontrol sekehendak hati kita. Akan selalu ada faktor yang lepas dari pengamatan, entah seteliti apapun kita. We're all human. Tetapi apa yang bisa kita kendalikan seyogyanya kita upayakan supaya memberi hasil yang baik.

Orang bilang : pray as if it is 100% up to God but work as if it is 100% up to you! Biarkan Tuhan mengurus hasil masa depan kita, tetapi kepada kita telah diberikan kemampuan untuk mengatur sejauh kita bisa. Dan itu berarti kerja keras 100% dan tidak boleh kurang dari itu.

Walk On !


1 comment:

  1. This was a Champions League tie played not by modern millionaire footballers but by maniacs with what appeared to be a mutual desire to push the self-destruct button

    ReplyDelete