Di Gramedia bisa anda temui buku setebal kitab suci terjemahan indonesia dari buku Umberto Eco “The Name of The Rose” (versi bahasa Inggris bisa dipinjam diperpustakaan TOTAL INDONESIE EP).
Sean Connery tampil sebagai William of Bakersville OFM yang hadir disebuah biara Dominikan (alias OP) somewhere di Italia abad pertengahan. Padre William hadir disana untuk menyelidiki kasus misterius matinya padre2 OP. Memang ini cerita detektif, namun Eco yang handal menampilkannya dalam setting biara abad pertengahan dengan apik.
Bagi anda yang Katolik, film ini mengantarkan gambaran kehidupan biara zaman itu. Bagaimana feodalisme membuat gereja macam kerajaan (utusan paus yang naik kereta sebesar gajah, tidak peduli rakyat yang susah payah mendorong lewat jalan nanjak berlumpur), naifnya dogma (kaum OFM bertanya: apakah Yesus punya jubah dua ??), kejamnya prasangka (wanita dianggap tukang sihir yang bersetubuh dengan setan), bejatnya manusia(bertukar sex dengan sejumput makanan), sesatnya ajaran (imam OP tua berteori: Tawa yang diajarkan Aristoteles adalah bidaah, sebab tawa mengandaikan ceria dan dalam ceria tidak ada takut. Tanpa takut orang tidak beriman, dan setan akan masuk lewat tawa)
William OFM bilang, Fransiskan –meneladan Santo Farnsiskus dari Asisi- tidak repot dengan tawa. Tawa adalah cerianya matahari (dan Santo yang unik ini memang memanggil Matahari sebagai saudara), sejuknya embun dan kicau burung. Dominikan (kira saya ordo tertua sepanjang zaman. Hidup membiara dimulai oleh kaum Dominikan ini) dengan jubah hitam hidup nampak terlalu tegang. Tidak membuka diri pada pandangan-2 lain. Bahkan Aristoteles yang menulis tentang komedi disebut bidaah.
Dimanakah kita berdiri ? OFM atau OP ? Kiranya bukan soal itu. Kirany soal yang utama adalah semangat merelatifkan. Apakah Yesus pernah tertawa ? Tidak ada di KS Yesus tertawa, tapi juga tidak ada tertulis Yesus tidak pernah tertawa.
Relatif bukan asal relatif (relatifisme), melainkan sadar bahwa manusia punya batok kepala terbatas sehingga tidak sanggup menampung yang absolut. Hence jangan berpretensi bisa menggenggam yang absolut. Jika Allah bisa diterangkan dengan batok kepala kita maka Ia bukan lagi Allah :)
Laughter is in fact the best medicine :)
Wednesday, October 27, 2004
No comments:
Post a Comment