Dalam hidup kita masing-masing jejak tahun-tahun pertama hidup balita kita nampaknya menentukan siapa kita dikemudian hari. Tengoklah kebelakang, ingat2, bagaimana oarang tua kita bertindak, berkata dan berpendapat. Engkau mungkin memberontak saat itu, tapi ada peluang besar engkau berbuat yang sama dengan mereka, mungkin dengan sedikit modifikasi atau perubahan skala dan versi. Tapi nada dasar terdengar persis sama.
Dalam cahaya ini dapat lah kita pahami bagaimana gereja Katulik memandang Mater Dei, Theo Thokos, Bunda Allah. Apakah yang Yesus alami sebagai bocah Yahudi dikampung yang bernama Nazaret ? Apakah yang Yesus hayati dalam kebersamaan hidup berkeluarga ? Dia menjadi sama dengan kita – kecuali dalam hal dosa. Dan sebagai lumrah manusia pengalaman bersama sang Ibu mestinya membekas dalam manusia Yesus.
Yohanes ini lah ibumu. Mungkin lumrah saja seorang yang sekarat menitipkan ibuNya pada sahabatNya. Sang ibu memang dikatakan tinggal bersama Yohanes dan sang ibu juga hadir dalam masa-masa penantian Pentakostal. Sang Ibu –wanita yahudi sederhana, yang rencana hidupnya dibengkokan manakala Molekat Gabriel menjadi utusan panggilan- setia disemua bagian penting Sang Anak.
Mungkin bisa lantas dipahami landasan devosional orang katolik. Kiranya orang katolik mau berlajar dari sesama manusia bagaimana bergaul dengan Tuhan. Dan wanita ini istimewa karena mendarah-dagingkan Roh Kudus. Sang bunda dikatakan menyimpan segala sesuatu dalam hati dan bahkan sebilah pedang akan menembusi jantungnya. Pengalaman berjalan bersama Tuhan tidak selalu terang maknanya. Dan sikap yang betul adalah menerima dan merenungkan dalam hati. Apa boleh dikata – kita hanya bisa memandang sepelempar batu saja, dibalik tikungan entah apa menanti dan kelokan itu mengarah kemana sebenarnya.
Kembali ke cerita Tinus. Diujung hayatnya Tinus yang dikenal sebagai MAW menjalaninya dengan dengan penuh depresi, kesakitan dan kesepian. Kekecewaan menghantam disana-sini, kebingungan, kehampaan. Sampai akhirnya ia rebah sebelum pertolongan datang. Tinus lantas dimakamkan di gereja tempat dia ditahbiskan. Ia tidak tahu apa yang Maminya rasakan sebelum ia meninggal (Tinus sedang di Bandung waktu itu) dan mungkin mereka boleh obrol dan berdamai dialam sana.
Myra Sidharta, MAW Brouwer, Antara dua tanah air: perjalanan seorang pastor. Gramedia 1994, 162 hlm Rp 10 500 available at Gramedia Blok M
No comments:
Post a Comment