Mungkin anda belum pernah alami, tapi sebagian dari kita mungkin sedang berada dalam situasi dimana pada kita diberikan pilihan-pilihan yang tidak menarik. Macam buah simalakama-lah. Apapun pilihan kita, selalu ada konsekuensi yang kurang menyenangkan.
Menghadapi situasi ini ada mungkin yang memimpikan masa lalu, masa anak- anak, saat semuanya disediakan orang tua. Tidak perlu repot, nasi hangat dengan lauk datang sendiri ke meja makan, bila perlu sendok bergerak sendiri kemulut kita. Enak, Tidak perlu ambil pusing dengan dunia. Mau hujan atau banjir, sama saja
Yang lain mungkin menghayalkan hal sbb: andai dia kaya raya, dia tidak harus pusing-pusing. Sebab hartanya bisa menjamin hidupnya. Tidak akan ada yang terlalu sulit dimuka bumi ini kalau kita punya uang sederas banjir.
Saya seribu sayang, saat ini bukan masa lalu atau khayalan masa depan. Saat ini ya saat ini, dan sebagai orang dewasa kita harus hadapi, sesulit apapun itu. Apa boleh buat - orang perancis bilang c'est la vie - itu lah hidup.
Sudah tentu kita yang menyebut diri Kristen boleh menggali inspirasi dari Tuhan kita Yesus Kristus. Hidup Yesus di dunia tidak mudah. Bukan dilimpahi madu dan susu. Dia lahir dari orang kebanyakan, tinggal di kampung yang tidak populer, saat berkarya hidupNya kerap terancam musuh-musuhNya. Dia tidak punya batu untuk meletakkan kepalaNya. Dalam bahasa Soekarno Dia *vivere peri coloso* alias nyerempert-nyerempet bahaya
Dan di taman Getsmani Dia menghadapi simalakamaNya. Mau mundur tapi tidak taat BapakNya, atau maju dan mati mengenaskan. Yesus berpeluh darah dan takut maksimum. Dia berdoa semalam suntuk. Dan yang paling berat mungkin rasa ke- sendirianNya. Tidak ada yang solider padaNya, bahkan BapakNya pun terasa diam.
Sudah tentu kita tahu kesudahan cerita Getsemani. Kita tahu ketaatan berpangkal pada kemenangan. Tapi bagaimana dengan cerita hidup kita sendiri ? Akankah kita menang ? Atau patah ? Masing-masing dari kita yang paling tahu soal ini. Namun demikian baiklah kita sejenak renungkan kembali malam yang paling gelap yang pernah Yesus alami, di Getsemani. Dimana Dia berkata dengan yakin -tentu setelah berpeluh berdarah-darah- Bapa, bukan kehendakKu, tapi kehendakMu
August 26, 2003
No comments:
Post a Comment