Dalam rangka solidaritas pada mereka yang tertimpa musibah bencana alam seorang artis melantunkan tembang yang diantaranya mengatakan bahwa Tuhan sudah marah, dan kami mohon maaf.
Bukan saya kenal Tuhan lebih baik, tapi mari kita tanyakan lebih lanjut: Tuhan marah? pada siapa? kenapa? Sudah tentu ada banyak orang yang perbuatannya kiranya tidak sejalan dengan agama (asumsinya: kehendak Tuhan ditemukan dalam agama), tapi Tuhan macam apa yang menghukum juga anak-anak kecil yang innocent demi mengganjar segelintir pendurhaka? Tuhan gebyah uyah macam ini jelas does not make sense at all.
Lantas, apa hubungan langsung gempa dengan Tuhan yang marah? Adakah Tuhan macam menara tower di bandara yang memelototi dunia ini 24 jam, lantas waktu Dia BT dan Ia pencet tombol untuk membuat gempa+tsunami? Emang lagi main PS?
Mengkaitkan Allah dengan bencana alam kurang lebih serupa dengan membuat bumi sebagai pusat semesta. Kita tahu waktu paham ini diguncang Gereja Katolik serta merta main kuasa dan mencekal ide ini. Belakangan kita tahu bahwa gereja ngawur dan pusat semesta memang bukan sebongkah batu yang kita sebut “bumi”. Sama sekali bukan (jadi malu ah)
Manusia bukan pusat semesta. Matahari bukan terbit untuk manusia. Bulan tidak muncul kelangit untuk membuat malam jadi syahdu dan asyik untuk indehoy. Kita cuma turunan beruk yang nunut urip di bongkahan ketiga dari surya. Tidak lebih atau kurang, jadi jangan pula membawa-bawa nama Tuhan.
Batu yang itu yang dilemparkan jatuh bukan karena kehendak Tuhan saat itu (dan bisa berubah saat lain- masak Tuhan memelototi segenap batu yang dilempar any given time). Tuhan meng-endorse gravitasi dan berlaku universal (sejauh yang kita tahu). Dan kalau lempeng tektonik bertumbukan maka niscaya terjadi gempa (plus tsunami untuk gempa dasar laut). Tidak perlu membawa nama Tuhan segala.
Jadi Tuhan has nothing to do dengan hukuman, dan dengan demikian jangat berpretensi bahwa tsunami terjadi karena kita punya dosa. Sama sekali tidak. Berkata begini secara tidak langsung mengatakan bahwa kita-lah yang menjadi poros dunia ini. Seolah untuk kitalah yang jadi sole purpose for the sun to rise and set. Sama sekali tidak.
Baiklah Tuhan has nothing to do with bencana alam, tapi ia has all thing to do with those victims. Yang bisa dimintakan adalah : keberanian untuk bangkit dan mulai lagi seolah matahari memang khusus diterbitkan untuk kita, hence tommorow we should hang around untuk menyambut matahari yang ia terbutkan untuk kita. Kalau kita patah dan menyerah matahari esok akan terbit sia-sia
..God could not do anything that would make God non-omnipotent or God could not do anything or create any situation that would in effect make God not God..
ReplyDelete