Kadang saya bertanya retorik apa boleh kita menghujat ibadah/misa yang dirayakan dengan tidak menarik ? Koor nya alakadarnya (bahkan 1/2 nekat - membawakan lagu berat dengan kapasitas cekak), kotbahnya ngalor ngidul (bonus: pengkotbah menyanyi lagu pop), misa berlangsung 1.1/2 jam (di Bandung mah average 50 menit) Dirigen memilih lagu yang nada dasarnya setinggi leher - hence terpaksa umat menyanyi satu oktaf dibawah...dsb
Ekaristi mestinya jadi perayaan suka - lha wong tegesnya itu perjamuan kasih jeh. Tapi umat (paling tidak saya) suka mengkritik sana-sini. Adakah saya punya hak untuk itu ?
Kata Yesus : kalau ada yang menyesatkan orang sebaiknya ia ditenggelamkan dengan leher berkalung batu gilingan. Serem juga. Ibadah yang dikemas serampangan memang tidak sampai menyesatkan, tapi sedikitnya menyebalkan juga.
Tapi bukankah umat boleh menyumbang koor ? tidak semua orang jago berkotbah bukan ? yang main organ juga masih belajar. Apa mereka tidak boleh tampil? Kalau itu anak yang bawa tiga roti dan lima ikan (atau 2 roti 5 ikan, lupa saya) tidak PD maju kedepan bisa2 Yesus menciptakan roti dari batu (BTW - itu mujizat judulnya perbanyakan roti dan bukan mencipatkan dari ruang hampa). Hence semua saja diundang untuk meramaikan ibadah
Cuma mbok yao, latihan. Biar bagaimana perlu dijaga standard minimal. Menyanyi katanya berdoa 2 kali, tapi menyanyi yang fales apa sama nilainya ? Dan ujung2nya umat seperti saya yang demen mengkritik perlu introspeksi - jangan2 ibadah jelek karena saya tidak mau ikutan koor.
Hence saya memutuskan untuk menarik pertanyaan retorik tadi :)
Mon 5/8/2006 11:24 AM
No comments:
Post a Comment