Ada teman cerita bahwa temannya rela pindah agama demi menikah dg piliha hatinya - lalu teman ini dengan nada minor menyambung bahwa sang pengantin perempuan adalah anak2 satunya direktur utama sebuah perusahaan besar, dsb, dsl...Dia tutup dengan komentar: andai tahu bahwa temannya ini pindah agama dia tidak sudi hadir di pesta perkawinan ybs
"Masakan Tuhan di jual...?"
Ini soal siapa sebenarnya ? Soal Tuhan ? Soal agama ? Soal teman saya ini ?
Yang pasti Tuhan tidak bisa dijual, yang bisa dijual adalah diri ybs, dan yang juga cukup jelas adalah bahwa yang membeli juga bukan membeli Tuhan, tapi membeli sang penjual. Disisi lain diandaikan bahwa cap agama seseorang adalah komoditas jual beli...dan implisit diandaikan bha kuantitas penting dari kualitas
Diujung argumen ini mungkin diandaikan juga bahwa benar itu setara dengan jumlah. Semakin banyak suara diraih semakin bear peluang dapat kursi and hence benar
Kiranya ada *kesesatan* logika (kalaupun analisis ini benar adanya). Tuhan tidak bisa dijual, agama juga tidak, yang dijual adalah diri kita sendiri. Dan kalau soal pindah agama dianggap serius, maka ini hanya menambah hujatan yang dilontarkan saat Anak Manusia memanggul salibNya ke Golgota - lain tidak.
Tapi adakah landasan menganggap pindah agama sebagai sesuatu yang serius ? Kiranya mesti ditakar dari buahnya. Kalau seseoarng jadi lebih *baik* (kriterianya apa?) setelah pindah agama - mungkin ia serius, tapi kalau tidak, ya berarti buat ybs pindah agalam sekadar ganti kaos kostum belaka
Dan juga jelas bahwa kostum memang bisa dijual belikan
dan sama sekali bukan hal serius...
October 13, 2003
No comments:
Post a Comment