Alkisah pada suatu hari seorang penjaga pintu kereta melihat seorang pemuda yang mondar-mandir sekitar pintu kereta. Ketika ia bertanya sang pemuda menjawab bahwa telah tiga hari berturut-turut ia bermimpi ada suara yang menuruhnya datang ketempat ini dan menemukan harta melimpah. Tapi tidak dijelaskan disebelah mana. Lalu sambil tertawa si penjaga kereta bercerita bahwa ia pun mengalami hal yang sama. Selama tiga malam berturut-turut ia bermimpi ada suara yang menyuruhnya menggali dikebun belakang sebuah rumah ditepi sungai yang jernih dikaki bukit. Katanya: mimpi macam apa itu, pasti tidak ada artinya. Demikian pemuda itu pamit dan menggali dibelakang kebunnya, karena ia memang tinggal disebuah rumah ditepi sungai yang jernih dikaki bukit. Dan tak dinyana dijumpainya harta karun yang melimpah. Ternyata ia tidak perlu pergi jauh-jauh, harta itu ada dihalaman belakang rumahnya sendiri.
Kiranya Kitab Suci boleh digambarkan macam harta karun terpendam yang selama ini kita miliki. Kita boleh berdebat, namun mayoritas umat katolik tidak cukup akrab dengan kitab suci. Kitab suci punya, tapi jarang dibuka. Kalaupun dibuka, sekali seminggu saja saat acara kring, itupun kalau dibawa. Mungkin sesekali kita bawa ke gereja, tapi statistik membuktikan amat sangat jaranglah orang katolik menggereja berbekal kitab suci. Madah bakti mungkin, tapi kitab suci tidak.
Kalau dibilang Kitab Suci itu penting, semua orang pasti setuju. Kalau dikatakan Kitab Suci perlu untuk pemantapan iman, kita tidak akan berkelit. Tapi ditanya soal keakraban dengan Kitab Suci banyak dari kita tidak bisa menjawab. Kenapa kita kurang akrab dengan kitab suci ?
Mungkin kita bisa mencari alasan: entah tidak tahu caranya-lah, tidak mengerti artinya-keq, takut salah, dsb. Atau alasan praktis: untuk apa membaca kalau tiap minggu mendengar dibacakan digereja ? Saya harus mulai dari mana? Yang jujur mungkin bilang: Kitab suci membosankan, lebih asyik membaca Harry Potter!
Alasan-alasan ini memang masuk akal, tidak ada yang mudah didunia ini (bahkan makan pun harus menyuapkan sendok kemulut), tapi apa lantas kita boleh melupakan begitu saja kitab suci ?
Kitab Suci memang bukan barang sepele. Kita perlu berupaya untuk mengerti, kita harus belajar seperlunya untuk dapat membaca dengan baik. Tapi jangan dibayangkan macam belajar untuk jadi ahli eksegese. Tidak perlu (kalau mau yah sumangga kersa). Kitab Suci akhirnya tokh kabar gembira dan pesan cinta, Kita yang beriman pada Roh Kudus dapat memohon Rahmat Ilahi supaya dibantu menemukan harta rohani yang memperkaya iman kita.
Kita mungkin lantas mengeluarkan kartu as kita: tapi gereja Katolik kan juga melandaskan pada tradisi. Cukup misa saja, dapat paket komplet, macama-macam mebaca Kitab Suci, salah-salah kita pindah gereja. Sudah tentu Misa adalah paket komplet, tapi Kitab Suci diberikan pada kita masing-masing sebagai berkat, untuk menemani kita menjalani ziarah kita dibumi ini. Tidak mengindahkan Kitab Suci, tidak mencintai dan membacanya adalah ibarat mengabaikan hadiah seorang sahabat yang diberikannya dengan penuh cinta
No comments:
Post a Comment