Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya kamu akan menangis dan meratap, tetapi dunia akan bergembira; kamu akan berdukacita, tetapi dukacitamu akan berubah menjadi sukacita. Seorang perempuan berdukacita pada saat ia melahirkan, tetapi sesudah ia melahirkan anaknnya, ia tidak ingat lagi akan penderitaannya, karena kegembiraan bahwa seorang manusia telah dilahirkan ke dunia. Demikian juga kamu sekarang diliputi dukacita, tetapi Aku akan melihat kamu lagi dan hatimu akan bergembira dan tidak ada seorangpun yang dapat merampas kegembiraanmu itu dari padamu. Dan pada hari itu kamu tidak akan menanyakan apa-apa kepada-KU. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya segala sesuatu yang kamu minta kepada Bapa, akan diberikan-Nya kepadamu dalam nama-Ku.
Saya bukan seorang wanita, tetapi isteri saya beberapaa saya dengar mengatakan bahwa ia sudah lupa bagaimana repot dan sakitnya mengandung dan melahirkan anak-anak kami. Kiranya Yesus tepat sekali mengutip hal ini dengan berkata : “ia tidak ingat lagi akan penderitaannya”. Tetapi mengapa ? jawabnya: “karena kegembiraan bahwa seorang manusia telah dilahirkan ke dunia”. Bagi saya pesan utama adalah : konteks yang lebih besar membuat kita mampu ntuk bersuka cita dan tidak ingat lagi pada penderitaan kita.
Salah satu resep kebahagiaan yang sering kita dengar adalah: secara periodik menghitung berkat yang sudah kita terima – sebenarnya ini adalah cara lain untuk selalu melihat konteks yang lebih luas dariapad cuma berkutat pada hal-hal yang tidak kita sukai.
Mungkin kita tertawa saja mendengar canda tentang orang Jawa yang selalu mengatakan “untung tidak ...” terhadap peristiwa-peristiwa yang ia alami. Kalau ayam nya dimakan musang – ia berkata untung cuma satu. Kalau penan gagal dia mungkin berkata untung masih ada kolam ikan – dsb. Pendeknya – memandang konteks yang lebih luas – dan dalam konteks yang luas akan lebih “mudah” ditemukan alasan untuk menjadi optimis.
Kerap terjadi adalah tanpa sadar kita jatuh pada kecenderungan untuk menjadi pesimistis mengatakan setengah kosong (pesimis) dan memprediksi bahwa sebentar lagi isinya menguap habis. Dalam hal ini Yesus berjanji bahwa harapan berjumpa dengan Dia akan menjadi kenyataan.
Dalam hidup kita sehari-hari kita selalu punya hal yang menjadi kekhawatiran/ keprihatinan. Entah kesehatan, keuangan, masa depan anak-anak, dsb. Akan tetapi manakala kita berjumpa dengan Yesus maka semua itu menjadi remeh-temeh yang tidak penting lagi. Katanya : “Dan pada hari itu kamu tidak akan menanyakan apa-apa kepada-KU”. Buat apa lagi bertanya – yang paling penting sudah kita jumpai (Ingat juga akan perumpamaan seorang yang menjual hartanya untuk dapat membeli ladang dimana terdapat harta yang di idam-kan).
Kita punya kelebihan dibandingkan para rasul, karena kita sudah tahu bahwa Yesus sudah bangkit. Tetapi apakah pengetahuan ini tinggal menjadi teori atau sudah dihayati sebagai sebuah keyakinan yang menjadi nyata dalam tindakan kita sehari-hari ?
Kiranya disinilah kita diajak untuk merenungkan dan melihat kedalam hati kita masing-masing. Apakah arti kebangkitan Yesus bagai kita ? Apakah kita tenggelam dalam kemurungan ? Atau penuh suka cita dan harapan
Saya bukan seorang wanita, tetapi isteri saya beberapaa saya dengar mengatakan bahwa ia sudah lupa bagaimana repot dan sakitnya mengandung dan melahirkan anak-anak kami. Kiranya Yesus tepat sekali mengutip hal ini dengan berkata : “ia tidak ingat lagi akan penderitaannya”. Tetapi mengapa ? jawabnya: “karena kegembiraan bahwa seorang manusia telah dilahirkan ke dunia”. Bagi saya pesan utama adalah : konteks yang lebih besar membuat kita mampu ntuk bersuka cita dan tidak ingat lagi pada penderitaan kita.
Salah satu resep kebahagiaan yang sering kita dengar adalah: secara periodik menghitung berkat yang sudah kita terima – sebenarnya ini adalah cara lain untuk selalu melihat konteks yang lebih luas dariapad cuma berkutat pada hal-hal yang tidak kita sukai.
Mungkin kita tertawa saja mendengar canda tentang orang Jawa yang selalu mengatakan “untung tidak ...” terhadap peristiwa-peristiwa yang ia alami. Kalau ayam nya dimakan musang – ia berkata untung cuma satu. Kalau penan gagal dia mungkin berkata untung masih ada kolam ikan – dsb. Pendeknya – memandang konteks yang lebih luas – dan dalam konteks yang luas akan lebih “mudah” ditemukan alasan untuk menjadi optimis.
Kerap terjadi adalah tanpa sadar kita jatuh pada kecenderungan untuk menjadi pesimistis mengatakan setengah kosong (pesimis) dan memprediksi bahwa sebentar lagi isinya menguap habis. Dalam hal ini Yesus berjanji bahwa harapan berjumpa dengan Dia akan menjadi kenyataan.
Dalam hidup kita sehari-hari kita selalu punya hal yang menjadi kekhawatiran/ keprihatinan. Entah kesehatan, keuangan, masa depan anak-anak, dsb. Akan tetapi manakala kita berjumpa dengan Yesus maka semua itu menjadi remeh-temeh yang tidak penting lagi. Katanya : “Dan pada hari itu kamu tidak akan menanyakan apa-apa kepada-KU”. Buat apa lagi bertanya – yang paling penting sudah kita jumpai (Ingat juga akan perumpamaan seorang yang menjual hartanya untuk dapat membeli ladang dimana terdapat harta yang di idam-kan).
Kita punya kelebihan dibandingkan para rasul, karena kita sudah tahu bahwa Yesus sudah bangkit. Tetapi apakah pengetahuan ini tinggal menjadi teori atau sudah dihayati sebagai sebuah keyakinan yang menjadi nyata dalam tindakan kita sehari-hari ?
Kiranya disinilah kita diajak untuk merenungkan dan melihat kedalam hati kita masing-masing. Apakah arti kebangkitan Yesus bagai kita ? Apakah kita tenggelam dalam kemurungan ? Atau penuh suka cita dan harapan
No comments:
Post a Comment