Thursday, May 21, 2009

Sawadee Krup dari Bourbon Street

Di Soi 22 Sukhumvit ada Cajun Food berngaran jazzy Bourbon Street. Kurang lebih orang dihimbau buat membayangkan New Orleans Creole jaman Swing Jazz merajai udara Lousiana. Demikianlah saya dinner dengan panganan bertajuk Gumbo. Makanan yang mungkin ekuivalen rawon kalau di yawadwipa adalah semangkuk sayuran berwarna gelap dengan seafood dan bumbu2an.

Kalau anda cari resep Gumbo lewat Google, anda mungkin heran bahwa Gumbo diracik dengan pertama menggodok minyak goreng + tepung dengan api tidak terlalu panas...dsb.  Anyway, saya rupanya jatuh cinta pada cicipan pertama hingga ngidam makan Gumbo sejauh ada dalam jangkauan.

Baiklah, saya lahap Gumbo saya, namun ditengah santap reflek saya bertanya: manakah krupuknya. Ha..ha..deep down inside saya mah wong ndeso, urang Bandung yang gemar makan
lotek dengan kurupuk. So much for pretending being cosmopolitan

Demikianlah saudara, ada lapisan terdalam dalam kita masing2, yang tidak mudah dikelupas oleh invasi luar negeri. Anda lihat bahwa dengan otomatis saya mereferensikan
Gumbo dengan rawon. Hence by nature kita jarang punya pengalaman yang benar2 baru, sebab
selalu dicarikan padanan pada archive ingatan masa lalu

Para rasul dulu juga membandingkan Rabuni mereka dengan archive masa lalu. Kata orang2 sia pakah Aku ? Mestinya waktu pertanyaan ini diajukan orang belum tahu persis bahwa guru mereka akan binasa dipancang di kayu palang.

Dan kala saatnya tiba, Anak Manusia harus bersengsara, para murid menurut versi sinopsis tunggang-langgang, lintang pukang, minggat tanpa kesan. Maklum segenap imaji yang dibangun berdasar arsip masa lalu ambyar sudah. Mosok Anak Tuhan mati kayak bandit. Yang bener aje...

Maka ada pemurnian iman saat panggung kosong, kala Anak manusia turun ketempat penantian. Masa ini dilewati dengan kuatir, takut, resah, gundah, ragu, bunuh diri (Yudas, maksudnya).. Imanmu akan terguncang ! Engkau akan menyangkal AKu ! Tenan saja, lha Engkau sama sekali bukan seperti apa yang aku bayangkan.

Pernah alami bahwa iman yang dibangun sejak sekolah minggu, waktu kita nyanyi: burung pipit yang kecil, disayangi Tuhan....la..la...la...berhamburan macam istana kartu ditiup El Nino? Demikian para rasul melewati masa putus harapan, krisis maksimum. Manakah jalan keluarnya ?

Jalan terbaik untuk melewati masa gelap adalah ngerumpi ! Lho suer, rumpi is the best

Mari bersama Santo Lukas kita pantau perjalanan dua murid yang mengungsi ke Emaus. Dijalan
mereka ngobrol (mau ngapain lagi kalau tidak obrol) dan dalam obrolan ini mereka pelan-pelan realize apa makna segenap kekusutan yang melanda benak mereka. Okelah, St Lukas menulis bahwa Yesus tiba2 jedul muncul dan ...ikut ngerumpi, sedemikian sehingga ke-2 orang ini diajak melihat sisi lain dari keruhnya cerita ttg Mesias yang mati sebagai kriminal.

Lo and behold, sesampai di emaus (dalam ekaristi) mereka berjumpa Tuhan. Domine, itukah Engkau?. Dan Yesus surut dari panggung sementara ke-2 orang tadi bak kerasukkan blingsatan balik ke Yerusalem untuk berbagi cerita mereka ttg kebangkitan guru mereka. Penuh Roh Kudus dalam perjumpaan dengan Tuhan

To some extent d-kris ini mau jadi Emaus juga bagi kita semua sarana obrol menuju Emaus untuk lari tapi ndilalah bertemu Tuhan, dan namanya juga ngobrol, yang bisa kesana kemari jurusannya, tapi seraya mendekati Emaus semoga lewat anda dan saya Domine Yesus berkenan menemami obrolan dan mencelikkan mata, membuka telinga, melancarkan lidah yang kelu

Sebab Ia sudah bangkit - Haleluyah (and speak up please, can't hear you)

Anyway, Sawadee Krup dari Bourbon Street

13 September, 2003

No comments:

Post a Comment