Thursday, May 7, 2009

When is anger justified?

Drogba terancam dihukum ekstra oleh UEFA lantaran menumpahkan keberangannya pada wasit. Menurut Drogba sang wasit telah berlaku tidak adil karena mengabaikan pelanggaran berskala penalti di depan gawang Barcelona semalam. Rekan-rekan satu timnya maklum saja akan keberangan jagoan hitam ini. Kita yang netral pun paham bahwa wasit memang beberapa kali mengambil keputusan yang dapat diragukan. Tetapi pertanyaan kita : apakah reaksi Drogba dapat dibenarkan ?

Mungkin Drogba datang dari kultur dimana orang boleh menumpahkan kekesalan secara fisik. Tidak perlu pikir panjang mari diselesaikan sekarang. Tetapi "selesai" yang seperti apa ? Yang jelas two wrongs do not make one right.

Amarah yang tidak dikendalikan bisa membakar apa saja seperti api ditengah sekam. Dan yang terjadi adalah kebinasaan. Belum lagi kalau pihak yang "dimarahi" membalas karena merasa diperlakukan melebihi "takaran". Dan "takaran" disini adalah sebuah hal yang nisbi pula. Alhasil tidak banyak hal positif yang dapat diharapkan dari amuk yang diumbar

Anger can be justified, the reaction may not be

Tapi sudah tentu dalam kultur populer (misal filem kung fu) hal kepala dingin mengadapi kemarahan adalah sebuah idealisme yang kosong. Kemarahan adalah manusiawi (bahkan Yesus diceritakan marah pada tukang dagang dibait Allah), masakan hendak kita atur pula. Sungguh tidak manusiawi. Tetapi apakah definisi manusiawi ?

Berbeda dengan hewan, kita dapat mengendalikan dorongan naluriah kita. Hewan akan melakukan apa yang dituntut alam sekarang juga, entah sedang dimana ia berada dan dalam keadaan apa. Manusia tentu tidak demikian bukan ? Dari sisi sini - kiranya masuk akal untuk menghukum Drogba sebagai pendidikan bahwa kemarahan mungkin sah tetapi ekpresinya perlu dikendalikan

Great anger is more destructive than the sword (Tamil proverb)

No comments:

Post a Comment