Saturday, February 28, 2009

Koeli dan Paduka Pastoor

Kenapa lebih mudah tidak terlambat nonton bioskop daripada ke gereja ? Kenapa orang obrol di gereja ? Kenapa orang tidak khidmat saat misa ?

Satu jawaban yang mungkin adalah : orang lebih memandang "ke gereja" itu sekadar pemenuhan kewajiban, penunaian hukum gereja, penggenapan suruhan. Itu saja

Nonton bioskop au contraire adalah pilihan bebas. Jarang orang nonton bioskop karena wajib hukumnya atau atas alasan takut. Kalaupun sampai ada orang nonton karena alasan tersebut mungkin dia dengan bosan duduk di gedung bioskop, maksimum tertidur - sekurang2nya bete.

Lalu kenapa orang merasa wajib kegereja ? Mungkin orang masih mendekati soal pergi kegereja dengan mentalitas koeli: saya berbuat begini (ie kegereja), maka Tuhan memberi imbalan (sekurang2nya Ia tidak jadi murka). Maka saya adalah koeli atau at least kaum terjajah dan Tuhan adalah majikan saya.

Lantas dimana kehangatan Bapak-anak disini ? Mestinya tidak ada. Yang ada cuma kedinginan hubungan jongos-tuan, babu-majikan, koeli-gubernemen.

Maka kalau koeli-koeli kontrak ini lantas dimarahi pastor yang masygul kenapa gerangan orang terlambat - jelas ada yang putus dalam lingkaran logika. Koeli kontrak ini datang lebih karena pemenuhan kewajiban, maka semangat minimalis yang muncul - asal nderek misa mawon. Asal setor badan 1.1/2 jam setiap minggu.

Kalau mau efektif mendekati semangat koeli begini mestinya sang paduka pastor perlu mengumumkan SK bahwa hukuman datang terlambat adalah neraka jahanam, ribuan tahun terpanggang diapi panas, dilaknat kualat, sekurang2nya tersambar petir !

Para koeli akan serta merta datang lebih awal dan berjejal masuk gereja. Dan paduka pastor boleh menepuk dada - lihatlah domba-domba taat semua. Tapi deep down inside koeli tetap koeli, yang kelihatan rapi beribadah, namun entah dimana hati selama misa.

Yang mungkin lebih masuk akal adalah upgrading: dari koeli menjadi anak, setidak-tidaknya menjadi sahabat. Kalau kita bersahabat dengan Allah - atau dengan Romo Pastor lah, maka kita punya semangat yang lain dari koeli. Apalagi kalau kita ini tahu diri bahwa kita anak Tuhan, mestinya gelora gairah bergereja lebih menggelegak lagi.

Bukan lagi sekadar nderek misa, tapi lebih2 aktif penuh penghayatan – bahwa misa adalah perayaan bersama mensyukuri peristiwa penyelamatan Tuhan - dsb -dst. Dan keceriaan jadi sungguh nampak selama perjamuan suka cita, kasih merebak, syukur membumbung - bla-bla-bla

Lantas siapa pula yang bisa mengubah air got (koeli) menjadi anggur (sahabat) ? Sudah tentu yang bersangkutan, tapi tidak kurang perannya juga sang paduka pastoor. Kalau pastor semangat mengadakan ongoing education, peningkatan pemahaman umat, maka mestinya hasil efektif lebih cepat kelihatan ketimbang bete memasang penghalang didepan pintu.

Kalau tuan pastoor merasa sudah sibuk sana-sini, bahwa bebannya berat sarat - dsb lalu ambil cara gampang potong kompas membuang semua kursi plastik demi mencegah orang duduk obrol diluar - maka meneer pastor lupa tugas utamanya.

Lupa bahwa dia wajib membangun Gereja (iyaitu umah sekalian) lebih dari gereja (yakni gedung mati).

Disurga sukacita membahana manakala salah satu domba sesat kembali kefitrahnya yaitu anak - dan bukan saat gedung gereja (yang besok bisa musnah begitu saja ) diperbaharui, diupgrade, dibangun.

May 4, 2003

No comments:

Post a Comment