Monday, February 2, 2009

A tale of a city

Pemilik klub Manchester City konon adalah orang paling tajir dikalangan pemilik klub liga Inggris. Sepertinya dana bukan soalan bagi klub berjuluk "City" ini. Kita tahu Robinho mereka culik dibawah hidung klub biru (tua) lain Chelsea. Lumayan mengejutkan bahan sepertinya bagi Robinho sendiri. Kilap matanya seperti berkata : lho kok saya mendarat di sini bukan di London. Tapi mungkin bagi dia yang penting duitnya (konon gaji perminggu Robinho adalah $300,000)

Tapi bagi Kaka'-bintang Brasil yang main di AC Milan uang bukan segala-galanya. Dia memutuskan untuk tetap bermain di Milan, entah berapapun uang ditawarkan City. Baginya "hati"nya tidak berkata untuk menyambut lambaian uang berkarung-karung itu.

Orang juga berspekulasi bahwa uang tidak cukup bagi City untuk memikat nama-nama besar bermain disana. Klub ini tidak punya prestasi yang menyilaukan mata. Ditataran Eropa mereka baru satu kali menang - tahun 1970 mereka meraih piala Winners cup. Tapi habis itu nama mereka hilang bersama angin. Sejak itu mereka bukan apa-apa.

Bisa dimengerti kalau pemain berbakat akan memilih klub besar macam AC Milan, dll yang punya kesempatan berlaga diajang bergengsi macam Champions League. Buat apa berkeringat bermain ditempat yang tidak jelas rankingnya ? Konon rata-rata masa kejayaan pemain sepak bola hanya berdurasi delapan tahun sahaja. Ibarat meteor mereka bersinar sekejap dan lantas lenyap dikegelapan malam. Belum lagi ancaman cedera. Sepak bola adalah olah raga keras. Meski dikawal wasit, selalu ada peluang untuk cedera dan jika parah bisa berarti lonceng PHK. Maka tidak aneh kalau maha bintang memilih-milih klub. Kalau sudah level macam Kaka' maka kita tahu siapa yang memerlukan siapa.

Bermain diklub "kampung" jelas tidak sama dengan menyanyi untuk pesta malam tahun. Resiko yang dipertaruhkan jelas tidak berimbang. Ku rasa uang memang bukan segalanya, reputasi dan gengsi juga

No comments:

Post a Comment