Friday, February 27, 2009

Rome Sweet Rome, Roma Rumahku

Edisi Indonesia diterbitkan :Dioma Malang 2004
300hlm 55 ribu

Buku ini mengisahkan perjalan rohani penulis yang lahir dan besar dan sekolah teologi sebagai penganut Kristen Presbitarian namun setelah bergulat habis dengan teologi Kristen menemukan rumah di gereja Katolik. Pergulatan yang tidak mudah karena keduanya mengaku anti Katolik, dan lebih2 mereka berdua lulusan sekolah teologi dan bahkan Scott sempat menjadi pendeta Presbitarian.

Namun dalam pergulatan berdua menggali ketempat yang lebih dalam mereka menemukan bahwa Luther dan ajaran Kristen berkonflik dengan dirinya sendiri. Jangan terburu sangka bahwa buku ini jatuh menjadi propaganda apologetik yang murahan dari kaum Katolik. Sama sekali tidak. Scott dan Kimberly dengan keras berjuang lepas dari penziarahan mereka ini. Mereka adalah penganut agama kristen yang jujur dan tidak sekadar superfisial apal cangkem melainkan sungguh digulati habis.

Scott misalnya menemukan bahwa Sola Scriptura ironisnya tidak alkitabiah sebab ternyata tidak ia temukan satu ayat pun yang menandaskan bahwa hanya dan hanya Kitab suci saja. Tentang Sola Fides Scott juga menemukan bahwa Luther melewatkan begitu saja kitab Yakobus.
Penemuan yang menggoncangkan baginya ini membuatnya mati-matian berusaha kembali keakar kekristenan dengan belajar lebih banyak, minta nasehat profesor2nya, berdebat, dsb. Namun yang ia temukan malah kebalikan harapannya. Ia semakin temukan bahwa Gereja Katolik justru setia pada Kitab suci.

Dalam gundah ia datang kegerja Katolik minta nasehat namun sang pastor justru berkata: tetaplah menjadi kristen, jadilah kristen yang baik, itulah jarapan terbesar gereja katolik baginya. Scott tidak puas dan mencari lebih dalam. Dan satu demi satu batu sandungan berubah jadi batu pijakan baginya. Maria, batu sandungan terbesar malah menjadi batu pijakan terbesar pula baginya.

Petualangannya ini membuat rumah tangga mereka retak. Kimberly keberatan mati-2an pada keputusan Scott menjadi Katolik. Lebih baik baginya kalau Scott menjadi Episkopal. Apapun, asal jangan Katolik! Pernikahan mereka menjadi kering, namun Scott tetap pada panggilan hatinya menjadi Katolik. Keputusan yang berat karena ia memisahkan diri dari teman2. kerabat, keluarga dan terutama isterinya.

Kimberly sendiri pelan2 melangkah dalam pergulatanannya. Jalannya terjal dan menyakitkan. Namun beberapa tahun kemudian sampailah ia ditempat yang sama. Lewat perenungan yang kental Kimberly sampai pada pemahaman bahwa Katolik menyimpan kebenaran yang selama ini ia cari

Buku yang menarik. Bukan untuk menjadi hafalan dalam rangka propaganda meng-katolik-kan orang2 Kristen, sama sekali tidak. Justru buku mengundang teruutama orang Katolik untuk pergi ketempat yang lebih dalam (Duc in Altum) karena gereja Katolik menyimpan kekayaan spiritual yang sungguh kaya yang kerap taken for granted bagi mereka yang baptis bayi. Kebanyakan orang Katolik tidak belajar lagi tentang kekatolikan setelah lulus sekolah atau setelah kursus2 pendek sebelum komuni pertama/krisma. Orang katolik membiarkan begitu saja kebun imannya tumbuh natural. Seolah cukup lah kalau kadang ada hujan rintik dan kalau kadang dijenguk sebentar. Selebihnya nderek pastor mawon. Orang2 macam Scott dan Kimberly yang adalah orang asing melihat dan kacamata yang berbeda, yang sudah lumrah dan kehilangan arti (atau bahkan belum pernah punya arti) adalah bagi mereka harta terpendam yang memaksa orang menjual semuanya demi mendapatkannya.

Anda dan saya yang tidak kursus baptis (karena baptis balita) boleh sebentar bertanya sejauh mana kita siangi kebun iman kita, kapan terakhir kali kita beri pupuk? Kapan kita tanami dengan bibit unggul ? Berbahagialah yang mendengar dan melaksanakannya. Ia bagai mendirikan rumah dibatu karang yang kokoh

No comments:

Post a Comment